Negara Asia Selatan tersebut telah diguncang protes selama berminggu-minggu atas kuota pekerjaan sektor publik, yang mencakup kuota pekerjaan 30 persen untuk anggota keluarga pejuang dalam perang kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan pada 1971.
Hal ini telah memicu kemarahan di kalangan mahasiswa yang menghadapi tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi. Hampir 32 juta anak muda Bangladesh tidak bekerja atau bersekolah, dari total populasi 170 juta jiwa.
Saat ini, 56 persen pekerjaan pemerintah di Bangladesh disediakan berdasarkan berbagai kuota. Ini termasuk 10 persen untuk perempuan, 10 persen untuk orang-orang dari distrik terbelakang, 5 persen untuk masyarakat adat, dan 1 persen untuk penyandang disabilitas.
Demonstrasi pun meningkat setelah Hasina menolak tuntutan para pengunjuk rasa dan menyatakan bahwa masalah tersebut kini sedang dibawa ke pengadilan. Hasina juga melabeli para pengunjuk rasa yang menentang kuota sebagai 'razakar', yakni istilah yang digunakan untuk mereka yang diduga bekerja sama dengan tentara Pakistan selama perang kemerdekaan.
Protes berubah menjadi kekerasan pekan ini, ketika ribuan pengunjuk rasa antikuota di seluruh negeri bentrok dengan para anggota sayap mahasiswa partai Liga Awami yang berkuasa. Polisi melaporkan, 6 orang termasuk 3 mahasiswa tewas dalam bentrokan pada Selasa.