Potret Presiden Rusia, Vladimir Putin. Twitter.com/KremlinRussia_E
Sementara itu, Presiden Belarus Alexander Lukashenko dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, pada Senin ini (14/09/2020) waktu setempat. Kedua pemimpin itu dikabarkan akan melakukan pembicaraan seputar rencana integrasi yang lebih dekat, serta proyek perdagangan dan energi.
Pakar analis menyebutkan bahwa Putin, yang diketahui sangat ingin menyatukan Rusia dan Belarus, mungkin saat ini tengah berusaha untuk mengeksploitasi kerentanan Lukashenko dan memanfaatkan posisi sulit yang dihadapinya. Tetapi perjanjian apa pun yang membahayakan kedaulatan dan kemerdekaan Belarus, kemungkinan akan semakin membuat marah rakyat lebih lanjut.
"Ini benar-benar kebuntuan. Lukashenko telah mengulangi lagi dan lagi bahwa dia tidak mau mundur. Orang-orang di sini juga tidak bersedia menghentikan protes karena mereka telah memulai sesuatu yang mereka sebut 'kebangkitan Belarus'. Setelah bertahun-tahun, 26 tahun kediktatoran, mereka telah melewati titik di mana mereka tidak dapat menerimanya lagi. " ungkap Step Vaessen kepada Al Jazeera.
Peter Zalmayev dari Eurasia Democracy Initiative juga mengatakan, unjuk rasa massal selama sebulan ini hanya memiliki satu tujuan, yakni pemecatan Lukashenko dan "pemerintahan tangan besi" -nya. "Satu tujuan yang dimiliki para pengunjuk rasa adalah untuk menyingkirkan orang itu (Lukashenko) dan mereka melakukannya dengan cara demokratis yang spektakuler tanpa pemimpin tunggal, dengan kepemimpinan yang tersebar, dan dengan pemberontakan sangat luar biasa yang belum pernah disaksikan di Belarus, "katanya. Lebih lanjut ia berkata bahwa satu-satunya alasan Lukashenko dapat bertahan sampai saat ini, hanyalah karena pasukan keamanan masih setia melindunginya.