Ilustrasi taksi di jalanan protokol di London, Inggris (IDN Times/Anata)
Selain itu, Banyu juga menghadapi permasalahan agen tak resmi di mana ia terjerat utang. Uang yang ia dapatkan digunakan untuk biaya penerbangan ke Inggris, visa, les bahasa, hingga akomodasi di Jakarta saat menunggu visa.
Penyaluran kerja ini kabarnya dilakukan oleh AG Recruitment dari Inggris. Namun, ada pihak kedua dan ketiga lagi untuk mencarikan tenaga kerja. Pihak terakhir atau broker ini mayoritas berada di Bali dan Banyu adalah salah satu korbannya.
Banyu sendiri mulai berniat mencari pekerjaan di luar negeri setelah ia kehilangan pekerjaannya di Bali akibat pandemik COVID-19.
Banyu mendengar ada sebuah agen yang menawarkan program bahasa Inggris dengan bekerja di luar negeri dan ia tertarik untuk mendaftar. Saat ingin belajar bahasa Inggris ini, Banyu harus membayar sekitar 550 Poundsterling atau Rp9,7 juta.
Awalnya, Banyu dijanjikan bekerja di Australia, Kanada atau Selandia Baru. Namun ia malah diarahkan ke Inggris. Banyu mengaku ia dan beberapa temannya diterbangkan ke Jakarta dan bertemu dengan agen resmi dari Inggris.
Saat ke Jakarta, Banyu dan beberapa temannya diminta membayar seribu Poundsterling atau Rp17 juta untuk akomodasi selama di ibu kota.
Selama ia belajar bahasa Inggris melalui agen tak resmi selama tiga bulan tersebut, Banyu harus berutang ke saudaranya guna membiayai kehidupan keluarganya.