Ilustrasi - Warga Jepang menunggu lampu hijau di Shibuya Crossing. 9 Desember 2019 (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Data Institut Pengelolaan Sampah Plastik melaporkan, Jepang memproduksi hampir 10 juta ton plastik setiap tahun, sekitar 100 ribu ton terdiri dari sendok dan plastik sekali pakai.
Hiroaki Odachi dari Greenpeace Jepang mengatakan, meski Jepang telah lama mengklaim tingkat daur ulang plastik lebih dari 80 persen, namun hampir 60 persen plastik dibakar dengan proses "pemulihan panas" yang didefinisikan sebagai "daur ulang termal".
Menteri Lingkungan Shinjiro Koizumi menambahkan, undang-undang baru tidak menganggap “pemulihan panas” sebagai “daur ulang termal” karena emisi karbon yang terlibat. Itu berarti hanya seperempat dari sampah plastik di Jepang yang akan didaur ulang.
Regulasi baru juga mencakup pembuatan dan pengumpulan barang-barang plastik, sementara sistem baru akan mengesahkan plastik ramah lingkungan. Kotamadya dan perusahaan lokal akan diberi insentif dengan subsidi untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang plastik.
Koordinator global gerakan Break Free From Plastic, Von Hernandez, mengapresiasi kebijakan yang membebankan pajak atas sedotan dan peralatan plastik. Regulasi itu dinilai sebagai langkah kecil yang esensial.
"Untuk negara yang terkenal dengan pengemasan yang berlebihan dan boros serta membakar hampir semua yang ada di insinerator mereka, masih banyak yang harus dilakukan untuk menggerakkan perusahaan untuk mendesain ulang produk mereka dan cara pengirimannya ke konsumen," kata Hernandez.