New York, IDN Times – Peraih Nobel Perdamaian 2021, Maria Ressa, memperingatkan dunia sedang berada di persimpangan berbahaya, antara impunitas, manipulasi informasi digital, dan meningkatnya kekerasan yang merusak demokrasi. Ia menyampaikannya dalam pidato di Perayaan 80 Tahun PBB di Markas Besar PBB, New York.
Sebagai jurnalis asal Filipina sekaligus pendiri Rappler, Ressa membawa pengalaman pribadi sekaligus suara komunitas pers yang selama ini berada di garis depan. Ia menegaskan bahwa PBB lahir 80 tahun lalu untuk mencegah manusia saling menghancurkan setelah kengerian fasisme, genosida, dan perang dunia.
Namun, menurutnya, dunia kini menghadapi ancaman serupa dalam bentuk yang berbeda: algoritma digital yang memanipulasi emosi demi kekuasaan dan keuntungan.
“Tanpa fakta, Anda tidak bisa punya kebenaran. Tanpa kebenaran, Anda tidak bisa punya kepercayaan. Dan tanpa ketiganya, kita tidak punya realitas bersama,” ujar Ressa, Senin (22/9/2025).
Ia menyebut situasi ini sebagai ‘information Armageddon’, di mana kebohongan menyebar lebih cepat daripada kebenaran, diperparah dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI) generatif.
Ressa menegaskan, integritas informasi bukan sekadar isu teknologi, melainkan fondasi dari demokrasi, jurnalisme, dan bahkan pemilu yang adil. Jika pertempuran ini kalah, kata dia, maka dunia akan kehilangan segalanya.