Penumpang tiba dari Batam, Indonesia, turun dari kapal feri di Singapore Cruise Center, menyusul penularan wabah COVID-19 di Singapura, pada 5 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Edgar Su
Keren Landman, yang berlatar belakang sekolah kedokteran dan pernah mengikuti pelatihan sebulan di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), menulis di NPR bahwa "pelacakan kontak bisa terasa seperti pekerjaan yang membosankan, tapi di tengah wabah, ini sangat penting bagi kesehatan publik".
"Selama peristiwa seperti wabah COVID-19 saat ini, itu membantu kemungkinan adanya diagnosis awal dan perawatan kepada orang yang membutuhkan. Informasi yang bisa diungkap juga membantu otoritas kesehatan publik untuk mengurung epidemik," tulisnya.
Menurut Landman, proses pelacakan dimulai dengan beberapa epidemiologis yang mewawancari "pasien nol" soal catatan perjalanan mereka hingga siapa saja yang mereka temui. Catatan perjalanan yang dimaksud bisa termasuk nama hotel yang ditinggali, restoran mana saja yang ia datangi sampai penerbangan ke mana saja yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
Dari sini, otoritas berwenang menghubungi masing-masing pihak yang diduga termasuk ke dalam kontak tersebut. Sepanjang proses, epidemiologis atau pakar kesehatan kemungkinan besar akan menemui banyak sekali daftar orang yang berpotensi terpapar oleh virus yang dibawa "pasien nol" tersebut. Perlu kesabaran dan ketelitian dalam melakukannya, tapi metode ini bisa menyelamatkan banyak nyawa.