Saudi adalah sekutu utama AS di Timur Tengah. Ketika Saudi memelopori untuk memimpin pasukan koalisi menyerang Houthi di Yaman, AS memberikan bantuan logistik dan intelijen.
Tapi setelah berulangkali ada seruan dari aktivis hak asasi manusia yang menyebutkan terjadi pelanggaran kemanusiaan di negara konflik itu, secara berkala AS menarik dukungannya.
Meski begitu, sebagai sekutu utama, Saudi adalah pasar yang potensial bagi senjata yang diproduksi AS. Saudi telah lama menjadi mitra yang gemar membeli senjata-senjata dari Negeri Paman Sam itu.
Dilansir Al Jazeera, permohonan Saudi kepada AS untuk menambah pasokan amunisi rudal pencegat Patriot, oleh beberapa pejabatnya disebutkan bahwa pasti akan disetujui oleh Washington. Tapi, menurut mereka, stok yang akan dikirim tidak akan mencukupi kebutuhan.
Ini karena Houthi terus melancarkan serangan mingguan rudal atau pesawat nirawak, yang mengancam nyawa warga atau merugikan ekonomi dengan merusak sistem infrastruktur minyal yang jadi andalan ekonomi Saudi.
Saat ini ketika AS dipimpin oleh Joe Biden, dia sedang menghadapi tantangan dalam hubungannya dengan Riyadh.
Isu pembunuhan wartawan Khashoggi yang diduga didalangi oleh petinggi Saudi, menjadi salah satu masalah yang utama. Isu lainnya adalah bahwa negara Arab itu telah melakukan serangkaian kejahatan kemanusiaan yang melanggar hak asasi manusia, termasuk di Yaman.
Meski begitu, para analis melihat Biden mengambil pendekatan yang pragmatis terhadap Riyadh. AS tetap bergerak maju dalam kesepakatan pembelian senjata. AS sepakat memasok 280 rudal buatan Raytheon dan 596 peluncur rudal dengan nilai kesepakatan mencapai 650 juta dolar atau Rp9,3 triliun.