Dituding Ikut Campur Konflik, Chad Usir Diplomat Sudan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Chad menetapkan persona non-grata kepada empat diplomat Sudan di negaranya pada Minggu (17/12/2023). Keputusan ini didasari tudingan Sudan, yang menyebut Chad berusaha mengintervensi konflik dalam negeri yang melanda negara Afrika Timur itu.
Pernyataan itu menyinggung Chad yang selama ini bersedia menampung ribuan pengungsi asal Sudan yang melarikan diri dari perang saudara yang berkecamuk sejak April lalu. Bahkan, di Adre yang dihuni 12 ribu penduduk harus menampung 100 ribu pengungsi asal Sudan.
Dilansir Anadolu, terdapat 1,3 juta warga Sudan yang terusir dari negaranya di tengah perang sipil. Selain itu, terdapat 1,6 juta pencari suaka dan lebih dari 400 ribu pengungsi baru sejak 5 November di negara tetangga Sudan.
1. Chad tidak terima pernyataan buruk dari Sudan
Juru bicara pemerintah Chad mengungkapkan, persona non-grata dialamatkan kepada pejabat konselor pertama Kedubes Sudan, atase pertahanan, dan dua konsulat.
"Keputusan ini didasarkan atas pernyataan buruk yang tidak didasari bukti nyata yang diucapkan oleh Jenderal Yassir al-Atta. Kemudian dilanjutkan pernyataan Menteri Luar Negeri Sudan Ali Assadickh di sebuah acara televisi lokal," terangnya, dilansir Reuters.
"Pernyataan berulang kali dari otoritas Sudan mengenai Chad dan pemerintahannya jelas tidak dapat diterima, termasuk sebuah tindakan buruk, dan menunjukkan adanya sebuah agenda tersembunyi," sambungnya.
Selain itu, pemerintah Chad sudah memanggil Duta Besar Sudan di N''Djamena, Osman Mohamed Youning untuk memberikan keterangan soal pernyataan buruk yang disampaikan pemerintah Sudan.
2. Sudan membalas usir 3 diplomat Chad dari Khartoum
Mendengar kabar ini, Sudan pun menerima keputusan Chad mengusir diplomatnya dan kembali ke negaranya. Namun, Khartoum membalas dengan menetapkan persona non-grata kepada tiga diplomat Chad dan diharuskan pergi dalam waktu 72 jam.
"Keputusan Chad ini bukan apa-apa, tetapi hanya untuk mengusir perwakilan kami di negaranya. Mereka tidak ingin diplomat kami tahu peran Chad dalam membantu kejahatan yang dilakukan oleh militan Janjaweed," terangnya, dilansir Sudan Tribune.
Sebelumnya, Sudan menuding Chad memfasilitasi Uni Emirat Arab (UAE) mendukung kelompok pemberontak Rapid Support Forces (RSF). Khartoum mengaku bukti keterlibatan Chad sudah dimuat di sejumlah media internasional.
Selain terlibat ketegangan dengan Chad, Sudan juga terlibat percekcokan dengan UAE yang diduga membantu kelompok paramiliter. Alhasil, UAE sudah mengusir 3 diplomat Sudan dan dibalas dengan pengusiran 15 diplomat UAE dari Khartoum.
3. Chad adakan referendum perubahan konstitusi
Pada saat yang sama, Chad mengadakan referendum untuk menentukan persetujuan terhadap konstitusi baru di negaranya. Referendum ini diikuti oleh lebih dari 8 juta penduduk yang terdaftar sebagai pemilih.
Pemungutan suara ini didorong oleh aliansi partai-partai politik di Chad, termasuk pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Jenderal Mahamat Deby dan partai oposisi utama di Chad, UNDR yang dipimpin Perdana Menteri Saleh Kebzako.
Dilaporkan Deutsche Welle, kampanye untuk menyetujui referendum tersebut lebih banyak disuarakan oleh pemerintah yang memiliki dana lebih. Sedangkan kampanye untuk menolak referendum nampak sepi karena hanya disuarakan oleh oposisi.
Peneliti dari Institute for Security Studies, Remadji Hoinathy, mengatakan bahwa kampanye persetujuan adalah bukti kuatnya pemerintahan saat ini dalam memobilisasi massa. Selain itu, menjadi tanda bahwa adanya kontrol pemerintah terhadap media.