Aplikasi Clubhouse tembus tembok internet Tiongkok. Ilustrasi (instagram.com/elzerolivier)
Aplikasi eksklusif Clubhouse sudah ada sejak Maret 2020. Pada bulan Mei, aplikasi hanya memiliki 1.500 pengguna saja. Namun nilai aplikasi tersebut sekitar 100 juta dolar AS atau setara Rp1,3 triliun. Aplikasi tersebut dibuat oleh pengusaha Sillicon Valley bernama Paul Davidson dan Rohan Seth.
Pada tanggal 1 Februari 2021, Clubhouse sudah memiliki 2 juta pengguna. Ia juga akan menambahkan fitur-fitur baru seperti untuk membayar para kreator secara langsung di aplikasi. Kini Clubhouse dianggap perusahaan aplikasi rintisan Unicorn seperti AirBnB adau Uber.
Karena tidak bebas untuk diunduh, jejaring sosial Clubhouse mampu mendobrak tembok internet Tiongkok. Tidak seperti Facebook atau Twitter yang tidak bisa memasuki negara komunis itu, Clubhouse bisa menerobosnya. Undangan untuk gabung ke aplikasi bahkan dijual secara daring lewat Alibaba dalam kategori pasar bekas lewat akun bernama Idle Fish.
Menurut laman The Guardian, tiba-tiba saja Clubhouse begitu populer di Tiongkok. Rupanya publik Tiongkok menggunakan aplikasi itu untuk mengobrolkan hal-hal sensitif seperti Hong Kong, Taiwan, Xinjiang, atau gagasan demokrasi. Topik-topik tersebut hampir sulit muncul di Tiongkok karena disensor pemerintah.
Clubhouse sebenarnya adalah jalan baru bagi kebebasan berpendapat serta berdiskusi apa pun. Selain itu, aplikasi juga hanya menawarkan obrolan bentuk suara saja, tidak ada gambar atau pun video. Ketika sebuah obrolan dibuka lalu selesai, sesi obrolan itu juga langsung tertutup. Namun pada hari Senin tanggal 8 Februari 2021, nasib Clubhouse mengenaskan di Tiongkok karena kemudian diblokir pemerintah.