Drone Turki yang bernama TB2. (Wikimedia.org/Bayhaluk)
Dalam satu dekade terakhir, Turki adalah salah satu produsen dan pengguna drone utama di dunia. Mereka memiliki beberapa jenis drone yang efektif dan tangguh di medan pertempuran. Perang selama enam minggu antara Azerbaijan dan Armenia yang memperebutkan Nagorno-Karabakh, telah memaksa PM Nikol Pashinyan dari Armenia menandatangani kesepakatan damai.
Salah satu unit utama yang memiliki pengaruh dalam kemenangan Azerbaijan atas Armenia adalah penggunaan drone pasukan Azeri yang didapatkan dari Turki. Drone-drone tersebut dinilai mampu secara presisi meluncurkan rudal ke target sasaran.
Selain itu, drone Turki juga telah dikerahkan secara efektif untuk terjun dalam peperangan di Suriah dan Libya. Pesawat nirawak buatan Ankara telah teruji dan dalam harga, jelas jauh lebih murah dari pada buatan Amerika Serikat atau Israel.
Dengan rekam jejak Turki sebagai produsen dan pengguna drone yang teruji, ada spekulasi yang beredar bahwa permintaan Saudi tersebut adalah cara menghindari embargo senjata dari Barat. Barat telah mengkritik perang di Yaman yang itu melibatkan Saudi sebagai pemimpin koalisi pasukan.
Lebih jauh dari itu, melansir dari laman Al Jazeera, Riyadh sudah memiliki perjanjian transfer teknologi dengan perusahaan swasta Turki yang bernama Vestel, yang memungkinkan Arab Saudi untuk membuat drone militernya sendiri.
Sementara ini, beberapa kesepakatan senjata antara AS dengan Saudi yang dilakukan di era Donald Trump, dibekukan oleh Joe Biden. Karena itu, bisa jadi klaim yang disampaikan oleh Erdogan bahwa Saudi meminta pesawat nirawak Turki itu benar adanya.