Ilustrasi media sosial. (Pexels.com/Magnus Mueller)
Kisruh antara raksasa teknologi Facebook dan Australia telah menjadi sorotan khusus bagi seluruh dunia. Negara-negara lain mengawasi kabar perkembangan perseteruan tersebut dan Kanada, bahkan mengatakan akan melakukan pendekatan seperti apa yang dilakukan oleh Australia.
Pertengkaran yang terjadi antara perusahaan media sosial Facebook dengan Australia memang berpangkal pada masalah Facebook tidak mau membayar outlet berita. Dan Facebook juga menganggap bahwa pemerintah Australia tidak memahami realitas hubungan antara media sosial dengan outlet berita.
Facebook mengklaim, mereka hanya menyediakan layanan media sosial agar para outlet bisa berbagi berita dengan menautkan pranala, sehingga hal tersebut telah membantu perusahaan-perusahaan penerbit berita terhubung secara erat dengan pembaca.
Direktur kebijakan perusahaan Facebook untuk wilayah Asia Pasifik, Simon Milner mengaku bahwa perseteruan tersebut berdampak pada halaman non-berita. Melansir dari laman Sydney Morning Herald, sekitar 17 juta akun di Australia saat ini tidak lagi bisa melihat kabar dari media seperti Sydney Morning Herald, Guardian Australia, ABC dan outlet berita lain.
Tentang halaman non-berita yang terkena pemblokiran, Milner mengatakan “Kami belum pernah melakukan (pemblokiran) sebelumnya. Kami mohon maaf atas kesalahan yang kami buat dalam beberapa implementasi,” ujar Milner.
Milner juga menjelaskan bahwa Zuckerberg telah mengajukan amandemen mereka sendiri pada undang-undang tentang keberatan Facebook. Tapi hal itu masih rahasia. Milner menegaskan “Jika undang-undang terus melarang kami untuk memiliki berita di Facebook, tidak ada dasar yang dapat kami ubah.”
“Jika undang-undang diubah, maka hal itu menciptakan peluang bagi kami untuk yakin dapat memiliki berita tentang layanan tanpa dihukum secara tidak adil oleh undang-undang ini,” tambah Milner menjelaskan.