ilustrasi protes warga Madagaskar. (pexels.com/Bako Harry Rakotondratompo)
Salah satu penyebab gejolak politik Madagaskar adalah kemiskinan yang parah. Menurut Bank Dunia, pada 2022, 75,2 persen penduduk nasional berada di bawah garis kemiskinan. Meskipun kemiskinan nasional telah stagnan, kemiskinan perkotaan justru mengkhawatirkan karena meningkat.
"Lonjakan kemiskinan perkotaan ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk menurunnya peluang ekonomi, memburuknya lingkungan bisnis, dan kurangnya investasi di bidang pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur perkotaan," bunyi laporan Bank Dunia tentang Madagaskar pada Februari 2024.
Meskipun pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Madagaskar, rendahnya produktivitas pertanian di wilayah tersebut menyebabkan 80 persen penduduk pedesaan berada dalam kemiskinan. Bank Dunia juga mencatat, pulau ini sangat rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim.
Kemiskinan ini dirasakan sangat berat oleh kaum muda di negara tersebut. Hanya 46 persen penduduk Madagaskar yang memiliki akses air minum, hanya 15 persen yang memiliki sistem sanitasi yang memadai. Akibatnya, anak-anak lebih rentan terhadap penyakit kronis dan malnutrisi.
Protes Generasi Z telah menggulingkan pemerintahan di berbagai tempat lain tahun ini.
Kemarahan Generasi Z di Madagaskar mencerminkan demonstrasi yang dilakukan anak muda di seluruh dunia tahun ini. Banyak anak muda turun ke jalan untuk memprotes ketidaksetaraan, kemiskinan, korupsi, dan kurangnya infrastruktur di negara mereka.
Protes ini termasuk di Peru, Nepal, dan Maroko. Pada akhir September, para demonstran muda Peru bentrok dengan polisi setelah memprotes RUU reformasi pensiun yang disahkan yang akan memaksa anak muda untuk membayar iuran dana pensiun swasta.
Banyak dari demonstran ini telah menuntut agar Dina Boluarte, yang tingkat popularitasnya berada di angka satu digit selama berbulan-bulan, untuk mundur dari jabatannya. Pada Kamis pekan lalu, Boluarte dicopot dari jabatannya melalui pemungutan suara di Kongres.
Di Nepal, protes yang dipimpin anak muda atas korupsi dan penutupan media sosial menewaskan sedikitnya 19 orang dan mengakibatkan perubahan besar-besaran dalam pemerintahan. Menurut Amnesty International, pemerintah menanggapi protes tersebut dengan peluru karet, gas air mata, dan bahkan peluru tajam.
Protes massal di Indonesia, Bangladesh, Sri Lanka, dan Filipina dalam beberapa tahun terakhir juga telah mengguncang Asia Selatan dan Tenggara saat kaum muda berjuang melawan kemiskinan dan korupsi.