ilustrasi pasukan Rusia (Twitter.com/Минобороны России)
Baik Ukraina maupun negara-negara Barat menganggukkan kepala jika pendukung utama para pemberontak di Donbas adalah Rusia. Daerah itu didominasi oleh etnis Rusia dan selama perang pada 2014 pemasok persenjataannya adalah Rusia.
Tapi Moskow menolak tuduhan itu. Moskow mengatakan mereka tidak memberikan dukungan persenjataan pada kelompok pemberontak. Penolakan dari Moskow tidak cukup memberi keyakinan bagi Ukraina atau Barat.
Saat ini, Donetsk dan Luhansk dilihat sebagai proksi Rusia. Bahkan, Washington menganalisis, Rusia dapat melancarkan invasi ke Ukraina dengan menggunakan wilayah tersebut.
Dalam sebuah skenario, Moskow dikabarkan akan melakukan "operasi bendera palsu", membuat serangan di Donetsk dan Luhansk, mewartakannya dan menuduh bahwa itu dilakukan Ukraina. Dengan begitu, ada alasan bagi Rusia untuk masuk dan membela kelompok pemberontak, kemudian melancarkan invasi lebih besar ke Ukraina.
Sejak mendeklarasikan kemerdekaan, Donetsk dan Luhansk juga dilihat oleh para analis akan diserap menjadi wilayah Rusia. Meski itu akan berlangsung lama, tapi pemerintahan yang dipimpin pemberontak telah mengubah undang-undangnya seperti milik Federasi Rusia.
Carnegie Mocow Center juga mengabarkan, Moskow telah memberikan prosedur sederhana bagi warga Donetsk dan Luhansk untuk memperoleh kewarganegaraan Rusia. Pada Januari 2021, sekitar 400 ribu warga telah mendapat paspor Rusia.
Pada 2020, baik Donetsk atau Luhansk, juga telah menyatakan bahasa Rusia menjadi satu-satunya bahasa resmi wilayah tersebut. Sebelumnya, mereka menggunakan bahasa Ukraina dan Rusia.
Dilansir The Guardian, secara resmi, Moskow melihat kedua wilayah itu sebagai bagian dari Ukraina dan belum mengakui kemerdekaannya.