ilustrasi kapal perang (Pexels.com/Karlis Dzjamko)
Setelah negosiasi antara keduanya gagal, para penasihat Tsar Nicholas mengatakan bahwa Jepang tidak akan menantang Rusia secara militer. Nasihat itu pada akhirnya keliru. Jepang memilih jalan perang untuk menghentikan pengaruh Rusia di perairan Pasifik.
Para pengamat saat itu melihat bahwa Negeri Beruang Merah memiliki keunggulan jauh. Rusia memiliki populasi lebih banyak, dengan lima kali lipat tenaga militer terlatih, ditopang dengan sumber daya yang hampir tidak terbatas karena teritorinya yang luas dan kaya.
Saat itu, ada anggapan bahwa orang Eropa kulit putih seperti orang Rusia, meyakini tidak mungkin bagi orang Asia untuk mengalahkan mereka dalam perang.
Di sisi lain, para analis Barat tidak pernah mengira tentang sejauh mana kecakapan militer Jepang, meski kerap memenangkan perang dengan China. Mereka juga tidak menduga bahwa modernisasi pemerintahan, termasuk angkatan darat dan laut yang lebih modern, telah mengubah kekuatan Jepang.
Hal lain yang tak dipahami oleh analis Barat adalah semangat dalam jiwa orang Jepang. Robert M. Citino menulis, Jepang memiliki keunggulan warisan spiritual.
Modernisasi telah membuat Jepang melepaskan diri dari samurai dan sistem kastanya. Meski begitu, etos samurai lama lahir dan dirawat. Etos diterapkan pada wajib militer, mengubah tentara biasa menjadi "peluru manusia."
Etos samurai yang diterapkan itu disebut Bushido (jalan prajurit). Meski ini memiliki akar kuno, tapi dikembangkan dengan cara modern, mengajarkan para tentara untuk tidak pernah mundur, tidak pernah menyerah, bahkan bersemangat mati demi melayani kaisar.
Etos inilah yang tak dimiliki oleh pasukan musuh, khususnya tentara Rusia, dilansir dari historynet.com.