Konfrontasi terbuka militer dengan RSF saat ini adalah hasil dari perselisihan lama yang belum terselesaikan. Sudan yang secara ekonomi sudah carut-marut, dibayangi kekerasan antara suku dan kini menghadapi ancaman baru yang lebih memprihatinkan.
Salah satu akar masalah dari bentrokan yang terbaru adalah, ketidaksepakatan tentang bagaimana RSF diintegrasikan ke dalam militer dan otoritas apa yang harus mengawasi proses tersebut, kutip Al Jazeera. Sedangkan penyatuan itu adalah syarat utama dari perjanjian transisi pemerintahan Sudan yang tidak ditandatangani.
Meski begitu, persaingan RSF-tentara sudah sejak pemerintahan Omar al-Bashir yang otoriter. Kelompok milisi yang kuat dan didukung pemerintah, pernah ditugaskan untuk menumpas kekacauan di wilayah Darfur yang mengalami konflik selama puluhan tahun.
Analis zona konflik Sudan, Mohammed Alamin Ahmed menjelaskan, saling tuduh siapa yang memulai ntrokan terjadi antara militer dan RSF. Pertempuran telah meluas dan RSF sepertinya mencoba mentralkan kapasitas tentara Sudan beserta angkatan udara untuk menariknya ke pertempuran darat.
Alex De Waal, direktur eksekutif World Peace Foundation, mengatakan bahwa bentrokan itu adalah perebutan kekuasaan dan kendali. Dia menjelaskan bahwa kudeta militer tahun 2021 adalah upaya menghentikan pengembangan kompleks militer yang telah menyedot banyak anggaran negara selama bertahun-tahun.