Associated Press, mengabarkan jika kelompok gerilya menolak pernyataan yang diungkapkan pemerintah. Pasalnya, mereka menyebut jika Madlos sedang berjalan menggunakan sepeda motor dengan seorang personel medis untuk mendapatkan perawatan.
Namun, keduanya ditembak mati oleh personel militer yang sedang bertugas di area tersebut. Pihak gerilya juga menyebut Madlos dan seorang lainnya sama sekali tidak membawa senjata dan tidak ada pertempuran ataupun serangan udara yang dilakukan militer.
Sementara itu, NPA yang berada di bawah PKP (Partido Komunista ng Pilipinas) dengan aliran Marxist-Leninism-Maois sudah terbentuk sejak 1969. Pada saat itu, Filipina berada di bawah kekuasaan diktator Ferdinand Marcos dan bahkan ia memberlakukan kebijakan martial law demi meringkus gerilya komunis.
Militer Filipina menyebut kini terdapat sekitar 3.500-4.000 pasukan gerilya komunis meski terdapat sejumlah pasukan yang memilih untuk mundur atau menyerah. Bahkan konflik antara NPA dan Pemerintah Filipina ini telah mengakibatkan setidaknya 40 ribu orang tewas.
Di sisi lain, upaya negosiasi perdamaian antara Pemerintah Filipina dan pemerontak komunis yang difasilitasi oleh Norwegia justru berakhir dengan kegagalan di tahun 2017 pada masa kepemimpinan Duterte. Dampaknya, konflik antara kedua belah pihak yang berujung kekerasan akan terus berlanjut, dikutip dari DW.