Bendera Prancis. (Pexels.com/Atypeek Dgn)
Direktur eksekutif Pusat Kontra-Ekstremisme Afrika Barat (WACCE), Mutaru Mumuni Muqthar, mengatakan bahwa penarikan pasukan penjaga perdamaian Eropa, terutama Prancis, dari Sahel menimbulkan kemunduran dalam upaya memerangi terorisme.
Kekosongan pasukan asing menjadi celah bagi Rusia untuk memperluas pengaruhnya di Afrika, dilansir VOA News.
“Sekarang kita melihat penarikan pasukan Prancis, yang diikuti oleh mitra Eropa lainnya, merupakan pukulan besar bagi kawasan itu dan bagi kita semua di sini di sepanjang pantai Teluk Guinea," kata Muqthar.
"Tentara bayaran Rusia ada di sana dan mereka tampaknya membangun niat baik yang signifikan dari penduduk lokal dibandingkan dengan mitra tradisional Eropa dan itu seharusnya membuat kita semua khawatir," tambahnya.
Muqthar menuturkan, memerangi teroris di Afrika Barat, yang hanya berfokus pada pengunaan pertempuran, bukan cara terbaik karena metode itu telah gagal di wilayah Sahel.
"Kita perlu mencocokkannya dengan tindakan non-tempur yang signifikan, yaitu orang-orangnya. Penting bahwa langkah-langkah militer harus dikaitkan dengan pembangunan dan harus dikaitkan dengan realitas masalah, karena orang tidak hanya bangun untuk berperang," katanya.
Wagner dilaporkan telah menempatkan pasukan di setidaknya setengah lusin negara Afrika, termasuk di Republik Afrika Tengah, Sudan, dan Mali. Namun, ada tuduhan kelompok tentara bayaran itu di Mali telah melakukan pelanggaran kemanusiaan.