Sedari awal ketika vaksin virus corona ditemukan, WHO sudah memperingatkan akan bahayanya nasionalisme vaksin. Vaksinasi di seluruh dunia harus dijalankan secara adil karena jika tidak, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang terlambat melakukan vaksinasi, virus di negara tersebut dapat bermutasi jadi lebih kuat.
Dengan begitu, virus dapat kembali menyerang balik. Distribusi vaksin dengan adil adalah upaya WHO dan PBB untuk mengakhiri pandemi dalam skema program COVAXnya.
Sejauh ini, negara-negara kaya telah memborong vaksin virus corona. Melansir dari laman BBC, negara-negara kaya yang mewakili 14 persen populasi dunia, sudah membeli lebih dari setengah pasokan vaksin saat ini (53 persen) dengan jumlah sekitar 4,2 miliar dosis. Sedangkan negara-negara berpenghasilan rendah sejauh ini hanya mampu mengakses sebanyak 640 juta dosis vaksin.
Menurut WHO, butuh 70 persen populasi dunia mendapatkan vaksinasi agar bisa mengatasi pandemi. Dengan jumlah penduduk dunia saat ini 7 miliar lebih manusia, COVAX mengejar target 2 miliar dosis per tahun dan itu berarti masih butuh waktu sekitar 3 tahun lagi agar penduduk dunia aman dari COVID-19.
Negara-negara kaya didesak untuk membagikan kelebihan pasokan vaksin mereka. Inggris telah berjanji akan membagikan kelebihan dosis vaksin yang mereka miliki. Prancis mendorong negara-negara kaya untuk berbagi sekitar 5 persen pasokan vaksin.
AS yang keluar dari WHO ketika dipimpin oleh Donald Trump, kini sudah kembali lagi bergabung di bawah kepemimpinan Biden. AS janjikan 4 miliar dolar AS atau setara Rp56,3 triliun untuk COVAX. Israel yang jadi negara tercepat dalam vaksinasi mulai membagi sedikit kelebihan dosis vaksin ke beberapa negara, termasuk Honduras, Republik Ceko, Guatemala dan Palestina.