Gubernur Texas Kirim Dua Bus Migran ke Kediaman Wakil Presiden

Jakarta, IDN Times - Dua bus berisi migran dan pencari suaka yang dikirim oleh negara bagian Texas telah tiba di dekat kediaman Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Kamala Harris di Washington DC pada Kamis (15/9/2022).
Texas melakukan hal tersebut dengan alasan untuk menyerukan kebijakan imigrasi yang lebih ketat, tapi tindakan memindahkan migran itu dipandang tidak manusiawi.
1. Gubernur Texas sejak April telah mengangkut migran ke wilayah lain
Gubernur Texas, Greg Abbott, mengatakan bahwa bus itu berisi 100 migran dari Kolombia, Kuba, Guyana, Nikaragua, Panama, dan Venezuela.
"Texas akan terus mengirim migran ke kota-kota perlindungan seperti Washington DC sampai Presiden (Joe) Biden dan Border Czar Harris melangkah dan melakukan pekerjaan mereka untuk mengamankan perbatasan,” kata Abbott, dilansir Al Jazeera.
Border Czar merujuk pada Harris yang merupakan pejabat tinggi yang memimpin untuk mengatasi banyaknya migran yang datang ke AS melalui perbatasan dengan Meksiko. Tugas itu dijalankan Harris setelah ditunjuk oleh Presiden Biden tahun lalu.
Abbot sejak April telah mengambil langkah mengangkut migran keluar dari Texas ke ibu kota, New York City, dan Chicago. Kota-kota itu dipimpin oleh politisi Partai Demokrat. Tindakan Abbot untuk mengecam kebijakan imigrasi pemerintahan Biden, yang menurut Abbott mendorong kedatangan lebih banyak migran di wilayah pemerintahannya.
Gubernur Arizona, Doug Ducey, telah mengadopsi kebijakan yang sama seperti Texas. Upaya itu disebut sabagai cara untuk menyoroti rekor jumlah migran yang mencoba menyeberang ke AS melalui perbatasannya dan untuk berbagi beban menampung pencari suaka.
2. Florida juga memindahkan migran ke negara bagian lain
Melansir BBC, sehari sebelumnya Florida juga memindahkan para migran yang tiba ke negara bagian lain. Para migran itu dikirim ke Pulau Martha's Vineyard di Massachusetts dengan menggunakan dua pesawat. Pulau itu memiliki resor mewah dan merupakan tujuan liburan musim panas bagi orang kaya, temasuk bintang Hollywood dan mantan Presiden Barack Obama.
Gubernur Florida, Ron DeSantis, mengaku bersedia membantu memfasilitasi pergerakan migran untuk dapat pergi ke "padang rumput yang lebih hijau". Dia meyampaikan bahwa Florida bukan negara bagian kota suaka, yang merupakan istilah bagi kota yang memiliki kebijakan untuk membantu imigran ilegal.
"Semua orang di DC dan New York memukuli dada mereka ketika (Donald) Trump menjadi presiden, mengatakan betapa mereka sangat bangga menjadi yurisdiksi suaka. Begitu sebagian kecil dari apa yang dihadapi kota-kota perbatasan itu setiap hari dibawa ke pintu depan mereka, mereka tiba-tiba mengamuk," kata DeSantis.
DeSantis telah menyampaikann bahwa Pulau Martha's Vineyard merupakan tujuan yang cocok bagi migran yang dibawa keluar dari Florida dan membuat negara bagiannya aman dari kedatangan migran. Pada tahun ini, Florida menyisihkan 12 juta dolar AS (Rp179,1 miliar) untuk mengangkut migran ke wilayah lain.
3. Kebijakan memindahkan migran dikritik
Para migran yang dipindahkan ke Washington dan Pulau Martha's Vineyard mengaku tidak tahu dipindahkan ke mana.
Carla Bustillos, seorang sukarelawan yang membantu para migran yang dibawa ke Washington, menyampaikan bahwa organisasi imigrasi hanya diberi tahu tentang kedatangan pada menit terakhir. Bastillos mengkritik langkah itu sebagai tindakan polititk yang mengeksploitasi penderitaan manusia.
Wali Kota Chicago dan Washington telah mengkritik keputusan memindahkan migran. Pekan lalu, Wali Kota Washington mengumumkan keadaan darurat publik sebagai tanggapan kedatangan bus migran yang terus berlanjut. Sebelumnya ibu kota AS itu telah meminta Garda Nasional membantu mengatasi banyaknya migran yang datang, tapi Pentagon menolak membantu.
Anggota parlemen Massachusetts, Dylan Fernandes, telah mengkritik langkah itu di Twitter. Tindakan memindahkan para migran itu dianggap tidak manusiawi.
"Banyak yang tidak tahu di mana mereka berada. Mereka mengatakan bahwa mereka diberi tahu akan diberi tempat tinggal dan pekerjaan. Penduduk pulau tidak diberi pemberitahuan tetapi berkumpul sebagai komunitas untuk mendukung mereka. Partai Republik yang menyebut diri mereka Kristen telah merencanakan selama beberapa waktu untuk menggunakan kehidupan manusia, pria, wanita, dan anak-anak, sebagai pion politik. Itu jahat dan tidak manusiawi," jelas dia.
Para ahli hukum yakin, merelokasi migran dengan cara seperti itu bertentangan dengan hukum, tapi menyampaikan bahwa masih belum jelas apa dasar hukum untuk menentang kebijakan semacam itu.