Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kolonel Mamady Dombouya, menjadi presiden transisi Guinea hingga masa pemilihan ditentukan. (twitter.com/Radio Kismayo)

Jakarta, IDN Times - Aksi protes pertama di Guinea pecah pada Rabu (2/6/2022) sejak mengalami kudeta pada 2021 lalu. Massa memprotes kenaikan 20 persen harga bahan bakar, yang kemudian berujung ricuh.

Dilaporkan Reuters, tembakan selama hari itu hingga malam terdengar di ibu kota Conakry. Orang-orang, yang tergabung dalam aksi, membakar ban dan memblokir jalan.

“Pemuda yang marah keluar untuk memprotes dan bentrok dengan pasukan keamanan. Kami mendengar beberapa tembakan. Ada juga gas air mata,” kata Souleymane Bah, seorang penduduk lokal.

1. Satu orang tewas dalam protes

ilustrasi garis polisi (IDN Times/Mardya Shakti)

Seorang pengunjuk rasa ditembak mati oleh pasukan keamanan dalam protes tersebut. Anggota keluarga korban yang tidak disebut namanya membenarkan kejadian itu. Menurut kesaksian orang di sekitar kejadian, tidak diketahui siapa yang menembak.

"Saya tidak tahu siapa yang menembak, tapi saya melihat anak muda itu jatuh di lingkungan sekitar. Kami memanggil Palang Merah untuk datang dan mengambil mayatnya, tapi mereka tidak bisa datang," kata pemrotes lainnya, Idrissa Kante, dilansir Africanews.

Sementara itu, pihak junta militer belum memberikan pernyataan terkait kematian korban. Menteri Keamanan, Bachir Diallo, menjanjikan penyelidikan. Ia mengutuk tindakan yang menghilangkan nyawa pemuda tersebut.

2. FNDC menuduh keamanan menggunakan peluru tajam

ilustrasi pistol (IDN Times/Mardya Shakti)

Front Nasional untuk Pertahanan Konstitusi (FNDC), sebuah koalisi kelompok masyarakat sipil yang menentang junta, menuduh pasukan pertahanan dan keamanan menggunakan peluru tajam.

Dalam pernyataannya, FNDC mengatakan tanggapan pasukan keamanan berlawanan dengan apa yang dikatakan Kolonel Mamadi Doumbouya ketika dia mengambil alih kekuasaan, yang mengecam pembunuhan selama protes.

Kolonel Dombouya sendiri telah melarang aksi protes selama 36 bulan di masa transisi kekuasaan. Larangan itu mendapat teguran dari PBB.

3. Kudeta terjadi pada September lalu, menggulingkan Conde

Pasukan Guinea saat aksi kudeta pada Sepetembe 2021. (Africareport.com)

Protes pada Rabu adalah yang terbesar sejak Kolonel Doumbouya memimpin kudeta terhadap mantan presiden Alpha Conde September lalu.

Conde dalam kepemimpinannya telah mengubah konstitusi untuk memungkinkan dirinya mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga pada tahun 2020. Hal itu memicu kemarahan dari berbagai pihak.

Banyak lawan Conde, termasuk para pemimpin FNDC, dengan hati-hati menyambut kudeta. Namun hubungan mereka dengan junta Doumbouya juga telah memburuk.

Bulan lalu, partai-partai oposisi utama menolak transisi 36 bulan ke pemilihan demokratis yang disetujui oleh parlemen sementara. Protes pada Rabu dikenal sebagai benteng dukungan oposisi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team