Jakarta, IDN Times - Guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menentang keras upaya sebagian pejabat di Kabinet Kerja jilid II yang sempat membicarakan peluang RI membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Dalam pandangannya, langkah tersebut selain bertentangan dengan konstitusi juga sama saja pemerintah melakukan bunuh diri.
Dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Jumat (25/12/2020), Hikmahanto mengatakan, investasi tidak bisa disangkutpautkan dengan upaya untuk membuka hubungan diplomatik. Sebagai bukti, kata pria yang juga menjadi rektor di Universitas Jenderal Ahmad Yani itu, investasi dari Taiwan tetap bisa masuk ke Indonesia, walaupun RI memilih membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Hal itu sebagai bagian dari penerapan kebijakan "One China Policy."
"(Kalau mau) investasi ya investasi saja. Taiwan termasuk salah satu investor besar di Indonesia juga gak ada masalah kok," ungkap Hikmahanto.
Pernyataan itu disampaikan Hikmahanto menanggapi wawancara yang disampaikan Direktur Eksekutif The U.S. International Development Finance Corporation Adam Boehler kepada stasiun berita Al Jazeera pada 23 Desember 2020 lalu. Boehler mengatakan, siap meningkatkan kucuran dana investasi ke Indonesia hingga Rp28 triliun, bila Indonesia bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Dalam wawancara itu, Boehler mengaku sempat berbincang dengan pejabat tinggi Indonesia mengenai peluang tersebut. Diduga pembicaraan itu dilakukan Boehler ketika menemui delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan di Amerika Serikat.
"Ya, bolehlah ada pejabat yang coba find a way (berkomunikasi dengan Israel), tapi jangan juga keluar dari koridor. Investasi itu penting, uang itu penting, tetapi yang lebih penting lagi prinsip," ujarnya lagi.
Apa pendapat Hikmahanto dengan strategi Israel yang semakin gencar merayu Indonesia agar mengakui mereka sebagai negara yang berdaulat?