Sejauh ini, Antonio Guterres terlihat tidak memiliki lawan tanding yang akan memperebutkan posisi Sekjen PBB yang memimpin lembaga tersebut selama lima tahun dalam satu periode. Karena itu, Guterres memiliki kemungkinan memang akan kembali memegang kendali karena saat ini juga sudah direkomendasikan oleh Dewan Keamanan PBB.
Guterres sebenarnya sudah menjabarkan visinya menjadi Sekjen PBB untuk kedua kalinya pada bulan Mei lalu. Melansir Associated Press, ia saat itu memaparkan visinya dengan menyerukan ajakan "lonjakan diplomasi untuk perdamaian," mendesak negara-negara di dunia untuk menghindari Perang Dingin jenis baru.
Selain itu, Guterres juga menekankan bahwa di abad ke-21 segala sesuatu mulai dari krisis iklim hingga proliferasi nuklir serta masalah hak asasi manusia saling terkait antara satu dengan lainnya. Diperlukan sistem multilateralisme yang berdasarkan kepercayaan di antara negara-negara anggota.
“Jika tidak ada kepercayaan di antara negara-negara anggota dan jika hubungan di antara kekuatan terbesar tetap tidak berfungsi, maka tidak banyak yang bisa dilakukan sistem multilateral. Jika dua hal itu ditangani dengan benar, maka saya pikir ada peluang multilateralisme menjadi lebih efektif,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Ketika Guterres mengambil alih kepemimpinan PBB dari Ban Ki-moon, Guterres diwarisi masalah krisis kemanusiaan di Suriah dan Yaman yang sampai saat ini belum kelar. Ketika masalah tersebut belum dapat terselesaikan, kini ditambah lagi dengan konflik Belarusia, Myanmar, dan Tigray di mana pemerintahnya dianggap menindas rakyat dengan semena-mena.
Selama memimpin PBB, selain bentrok dengan Donald Trump, Guterres juga menjadi penyeru agar negara-negara mengatasi krisis iklim yang semakin berbahaya. Dia juga mendorong kerja sama vaksin COVID-19 untuk semua negara serta meningkatkan kerja sama digital.