Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi vaksin COVID-19. (Pexels.com/thirdman)
Ilustrasi vaksin COVID-19. (Pexels.com/thirdman)

Budapest, IDN Times - Pemerintah Hungaria telah setuju membayar setiap dosis vaksin COVID-19 buatan Tiongkok, Sinopharm, sebesar 30 euro atau setara dengan Rp515 ribu Mereka juga dikabarkan telah membeli sebanyak 5 juta dosis vaksin itu. Bagaimana awal ceritanya?

1. Harga tersebut jauh melebihi apa yang telah disepakati oleh Uni Eropa

Ilustrasi uang euro. (Pexels.com/pixabay)

Dilansir dari Nytimes.com, Hungaria telah setuju untuk membayar sekitar 36 euro untuk vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Sinopharm dan tampaknya vaksin ini menjadi salah satu vaksin termahal di dunia. Harga tersebut diketahui jauh melebihi apa yang telah disepakati oleh Uni Eropa untuk membayar vaksin dari produsen Barat. Uni Eropa sendiri diketahui akan membayar sebesar 15,5 euro setiap dosisnya atau setara dengan Rp267 ribu untuk vaksin Pfizer dan membayar sebesar 2,15 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp31 ribu setiap dosisnya untuk vaksin AstraZeneca.

Kontrak yang diterbikan oleh Kepala Staf Perdana Menteri Hungaria, Gergely Gulyas, menunjukkan bahwa Hungaria telah setuju membayar sekitar 9,95 dolar Amerika Serikat setiap dosisnya atau setara dengan Rp143 ribu untuk vaksin buatan Rusia, Sputnik-V. Hungaria merupakan salah satu dari sedikit negara Eropa yang menandatangani kesepakatan dengan Sinopharm, yang mempromosikan dirinya ke negara berkembang pada saat banyak negara kaya memilih membeli vaksin dari negara-negara Barat seperti Pfizer dan Moderna. Nilai jual utama dari Sinopharm sendiri adalah kapasitas manufaktur Sinopharm yang sangat besar, yang dikatakan bisa mencapai 3 miliar dosis pada akhir tahun 2021 ini.

Vaksin buatan Sinopharm ini diproduksi secara massal, di mana pada tahap pertama yang dibuat sehubungan dengan Beijing Institute of Biological Products memiliki tingkat kemanjuran sebesar 79 persen, sedangkan tahap kedua yang dibuat sehubungan dengan Wuhan Institute of Biological Products memiliki tingkat kemanjuran sebesar 72,5 persen.

2. Vaksin buatan Sinopharm dan Sputnik-V mendapatkan sorotan dari Uni Eropa

Ilustrasi vaksin COVID-19. (Pixabay.com/ulleo)

Vaksin Sinopharm dan Sputnik-V semakin disorot oleh Uni Eropa, baik positif maupun negatif. Sementara pihak Komisi Eropa seharusnya berencana untuk mengakui vaksin dengan otorisasi darurat di paspor vaksin Uni Eropa, seorang pejabat dari European Medicines Agency (EMA) telah memperingatkan agar tidak melakukannya, dengan alasan kurangnya dokumentasi. Kedua vaksin tersebut dapat memainkan peran yang lebih kuat di Eropa, karena telah membantu Hungaria mencapai tingkat vaksinasi yang tinggi di atas rata-rata Uni Eropa.

Komisi Eropa sendiri sedang mengerjakan paspor vaksin digital Eropa, yang tidak menyerupai sertifikat vaksinasi seperti yang dilakukan Hungaria, berisi jenis vaksin yang digunakan untuk inokulasi. Ini bisa menjadi masalah signifikan bagi Hungaria, karena para pemimpin Uni Eropa setuju pada tanggal 27 Januari 2021 lalu bahwa sertifikat akan berisi rincian seperti itu, sebuah keputusan yang tidak akan diikuti oleh pemerintah Hungaria. Meskipun keputusan Hungaria untuk menghilangkan detail tersebut dapat dikaitkan dengan penggunaan vaksin yang tidak diizinkan oleh Uni Eropa, tetapi Komisi Eropa seharusnya berencana untuk mengakui vaksin resmi dan tidak resmi. 

Menteri Luar Negeri Hungaria, Zoltan Kovacs, mengatakan bahwa program vaksinasi Hungaria merupakan negara paling berhasil kedua di Eropa dalam menjalankan program vaksinasi, di mana 11 persen dari total populasi di Hungaria sudah diberikan vaksin, sedangkan di Uni Eropa sendiri rata-rata baru mencapai 6 persen. Ia juga yakin tingkat vaksinasi di Hungaria mengganggu para politisi di Uni Eropa, karena hal itu menunjukkan bahwa keputusannya untuk mengesahkan vaksin dari Tiongkok dan Rusia merupakan keputusan yang benar.

3. Jumlah kasus COVID-19 di Hungaria sampai saat ini

Situasi di sekitar kota Budapest, Hungaria. (Pixabay.com/dnovac)

Sampai hari Jumat, 12 Maret 2021, waktu setempat, jumlah kasus COVID-19 di Hungaria mencapai 498.183 kasus dengan rincian 16.627 kasus berakhir meninggal dunia dan 346.904 kasus berakhir sembuh. Penambahan kasus di hari yang sama mencapai 9.011 kasus baru dengan rincian 130 kasus berakhir meninggal dunia. Dengan demikian, jumlah kasus tersebut membuat Hungaria berada di urutan ke-35 jumlah kasus COVID-19 terbanyak di dunia.

Mengenai jumlah vaksin yang digunakan, Kovacs mengatakan Hungaria telah memberikan vaksin kepada 1 juta orang dan dari 2,1 juta vaksin yang tersedia, 1,4 juta telah digunakan untuk inokulasi serta ia menambahkan bahwa 500 ribu dosis vaksin COVID-19 akan digunakan pada pekan ini. Tingkat vaksinasi di Hungaria juga mengesankan di tingkat global, karena menduduki di peringkat ke-14 dunia, relatif terhadap populasinya. Namun, dengan memvaksinasi 10,8 per 100 orang, Hungaria secara signifikan berada di belakang negara-negara teratas, seperti Israel (93,2 per 100 orang), Uni Emirat Arab (63,1 per 100 orang), Inggris (32,3 per 100 orang), dan Amerika Serikat (24,3 per 100 orang).

Dengan demikian, ini tidak berarti bahwa Hungaria memiliki kinerja buruk atau bahwa vaksinnya tidak efektif, tetapi tingkat vaksinasi saat ini tidak cukup untuk mengekang penyebaran virus COVID-19.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team