Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. (Twitter.com/ChrliesWarchest)
Sekitar bulan Juni 2021 lalu, Pemimpin Korea Utara secara resmi mengakui bahwa negaranya menghadapi kekurangan pangan.
Berbicara pada pertemuan para pemimpin senior, Kim mengatakan situasi pangan warga Korea Utara semamin tegang.
Dia mengatakan sektor pertanian gagal memenuhi target gandumnya karena bencana angin topan tahun 2020 lalu, yang menyebabkan banjir.
Ada laporan bahwa harga makanan sudah melonjak naik, yang melaporkan bahwa 1 kg pisang seharga 45 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp641,6 ribu.
Korea Utara telah menutup perbatasannya untuk menahan penyebaran COVID-19. Akibatnya kegiatan perdagangan dengan Tiongkok anjlok dan kini Korea Utara juga berjuang di bawah sanksi internaional, yang diberlakukan karena program nuklirnya.
Dalam pertemuan tersebut, Kim mengatakan bahwa output industri nasional telah tumbuh seperempat dibandingkan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020 lalu.
Pada bulan April 2021 lalu, Kim membuat pengakuan yang langka tentang kesulitan yang membayangi, dengan menyerukan para pejabat untuk melakukan "Pawai Sulit" yang lain, lebih sulit untuk membebaskan rakyat Korea Utara dari kesulitan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 19 Agustus 2021 lalu mengatakan Korea Utara tidak mencatat satu pun kasus COVID-19, meskipun para kritikus mengatakan hal tersebut tidak mungkin.
Sekitar 37.291 orang, termasuk petugas kesehatan dan mereka yang menderita penyakit mirip flu, telah diuji dan semuanya dinyatakan negatif berdasarkan laporan WHO saat itu.