Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Kazakhstan, Kassym-Jomart Tokayev. (twitter.com/TokayevKZ)

Jakarta, IDN Times - Presiden Kazakhstan, Kassym-Jomart Tokayev, pada Selasa (13/9/2022) setuju mengembalikan nama ibu kota menjadi Astana. Pasalnya, nama baru ibu kota itu diambil dari presiden pertama Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev yang popularitasnya menurun. 

Proposal perubahan nama ibu kota itu pertama kali diumumkan oleh Parlemen Kazakhstan terkait keinginan dari masyarakat pada awal bulan. Padahal, nama Nur-Sultan sendiri ditetapkan berdasarkan usulan Presiden Tokayev pada 2019 lalu untuk menghormati bekas presiden di negara itu. 

1. Menolak pemberian nama kota dari orang yang masih hidup

Persetujuan itu diumumkan oleh juru bicara Kepresidenan Kazakhstan lewat unggahan di Facebook. Tokayev menyetujui pengembalian nama ibu kota menjadi Astana. 

Pengembalian nama ibu kota juga menjadi inisiatif mereformasi konstitusi yang meragukan pemberian nama kota dari seseorang yang masih hidup. Hal itu terkait banyaknya masyarakat yang tidak menerimanya sebagai nama baru ibu kota negara.

"Kami menganggap ini adalah hal yang salah ketika kota dinamai oleh seseorang yang masih hidup. Rakyat tidak menerima nama baru ibu kota," tutur Edil Zhanbyrshin selaku anggota parlemen Kazakhstan, dikutip RT.

Zhanbyrshin menambahkan, pengembalian nama Astana akan merefleksikan kontribusi presiden pertama dalam membangun kota itu, sekaligus mewujudkan keinginan masyarakat. 

2. Langkah Tokayev menjauhkan diri dari Nazarbayev

Presiden Kazakhstan, Qasym-Jomart Toqayev saat memantau lokasi kebakaran di Provinsi Kostanay. (instagram.com/tokayev_online)

Pengembalian nama ibu kota dilakukan seiring turunnya popularitas Nazarbayev sejak demonstrasi besar pada awal tahun ini. Sedangkan, protes awalnya didorong kenaikan harga BBM yang meluas menjadi dugaan kasus korupsi dan ketidakadilan selama dipimpin Nazarbayev. 

Langkah ini disebut sebagai upaya menjauhkan citra Tokayev dengan pendahulunya yang mendapatkan penolakan dari masyarakat. Pasalnya, tak sedikit rakyat Kazakhstan mendapat tekanan ketika dipimpin rezim Nazarbayev selama 30 tahun. 

Setelah peristiwa itu, Tokayev mencopot Nazarbayev dari perannya sebagai Dewan Keamanan. Bahkan, beberapa keluarga dan teman terdekat Nazarbayev dicopot dari jabatannya dan beberapa di antaranya didakwa kasus korupsi, dilaporkan RFE/RL.

Pada Juni ini, Tokayev juga menginisiasi referendum untuk menyingkirkan nama Nazarbayev dalam konstitusinya dan menyingkirkan statusnya sebagai 'elbasy' atau pemimpin negara. 

Kendati demikian, banyak pihak yang mengritik bahwa inisiatif Tokayev ini hanyalah pencitraan dan tidak mengubah sistem autokratik di negara Asia Tengah itu. Seiring maraknya praktik korupsi dan nepotisme. 

3. Ibu kota Kazakhstan sudah beberapa kali berganti nama

Ibu kota Kazakhstan diketahui sudah beberapa kali mengalami pergantian nama dalam satu dekade terakhir. Nama pertamanya adalah Akmolinsk ketika masih berada di bawah Kekaisaran Rusia. 

Kemudian, namanya berubah menjadi Tselinograd pada awal 1960-an untuk menghormati warga yang tewas dalam kampanye Virgin Lands pada masa kepimpinan Nikita Khrushchev di Uni Soviet. Setelah Kazakhstan merdeka, namanya diubah menjadi Akmola. 

Tak berhenti di situ, nama ibu kota Kazakhstan kembali berubah setelah keputusan Nazarbayev memindahkan ibu kota di tahun 1998. Kini namanya berubah menjadi Astana yang sejatinya berarti ibu kota dalam Bahasa Kazakh, dilansir dari Eurasianet.

Mulanya, nama Astana mendapatkan penolakan dan hujatan dari para penduduk negara Asia Tengah tersebut. Lambat laun, masyarakat akhirnya dapat menerima dan terbiasa dengan nama Astana. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team