Peti mati Mohsen Fakhrizadeh dibungkus dengan bendera nasional Iran dan kemudian dibungkus lagi dengan plastik. (twitter.com/Abida Norani)
Pada tahun 2008, menurut laman Deutsche Welle, Mohsen Fakhrizadeh pernah mendapatkan serangan yang merupakan upaya pembunuhan atas dirinya (28/11). Namun serangan itu tidak berhasil sebab lelaki sepuh yang sudah berusia 63 tahun tersebut dapat melompat terlebih dahulu sebelum sebuah sepeda motor yang dipasangi peledak mengarah ke mobilnya.
Serangan kepada Fakhrizadeh kembali dilakukan dan berhasil membunuh sang ilmuwan nuklir pada Jum’at lalu. Pembunuhan terhadap Mohsen Fakhrizadeh dianggap untuk mengganggu stabilitas diplomasi antara Iran dengan AS. Presiden terpilih AS, Joe Biden mengatakan bersedia bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir bersama Iran ketika kesepakatan itu ditinggalkan begitu saja oleh Donald Trump.
Ben Rhodes yang pernah menjabat sebagai penasehat keamanan Barrack Obama tidak menyarankan siapa yang harus disalahkan dalam pembunuhan Fakhrizadeh, namun operasi tersebut dianggap “tindakan keterlaluan yang bertujuan untuk merusak diplomasi antara pemerintahan AS dan Iran di masa mendatang” katanya seperti dikutip dari The Guardian (29/11).
Salah satu koran lokal Iran, yang berhaluan garis keras memuat sepotong opini yang di dalamnya terdapat saran agar pemerintah Iran menyerang Haifa. Melansir dari Associated Press, koran bernama Kayhan tersebut lebih lanjut memberi saran bahwa setiap serangan dilakukan dengan cara menghancurkan fasilitas dan juga menyebabkan banyak korban jiwa (29/11).
Penulis artikel opini yang bernama Sadollah Zarei menyampaikan analisis bahwa serangan ke Haifa dan membunuh sebagian besar orang “pasti akan mengarah pada pencegahan, karena Amerika Serikat dan rezim Israel serta agennya sama sekali tidak siap untuk ambil bagian dalam perang dan konfrontasi militer”, tulisnya.