Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Perdana Menteri India, Narendra Modi. (Prime Minister's Office (GODL-India), GODL-India, via Wikimedia Commons)
Perdana Menteri India, Narendra Modi. (Prime Minister's Office (GODL-India), GODL-India, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • India menolak tarif AS yang dianggap tidak adil dan berstandar ganda.

  • India menolak izin impor dan bebas bea yang diajukan AS.

  • Tarif AS akan berdampak cukup signifikan terhadap ekspor India ke AS.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri India Narendra Modi menyatakan siap membayar harga yang sangat mahal karena menentang tarif ekspor hukuman Trump, yang dinilai berupaya mendikte kebijakan perdagangan negaranya.

Trump mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen kepada India, dari tarif 25 persen yang sudah ada sebelumnya. Tarif itu digambarkan AS sebagai hukuman karena New Delhi terus membeli minyak Rusia dalam jumlah besar dan mendorong mesin perang Moskow.

"India tidak akan pernah berkompromi demi kepentingan petani, peternak, dan nelayannya. Dan saya tahu bahwa saya pribadi harus membayar harga yang sangat mahal untuk ini, tetapi saya siap," tegas Modi, dikutip dari The Guardian, Jumat (8/8/2025).

1. India sebut tarif AS tidak adil dan berstandar ganda

Kementerian Luar Negeri India menyebut tarif tambahan AS tidak adil, tidak beralasan, dan tidak masuk akal. Pihaknya menuduh Washington menerapkan standar ganda karena negara-negara lain yang juga mengimpor minyak Rusia belum menghadapi hukuman serupa.

Presiden Partai Kongres India, Mallikarjun Kharge, mengecam upaya AS menggunakan tarif untuk memaksa New Delhi mengubah kebijakan perdagangan dan luar negerinya. Negara Asia Selatan itu memang telah mempertahankan hubungan dengan Moskow selama beberapa dekade.

"Kepentingan nasional India adalah yang utama. Negara mana pun yang secara sewenang-wenang menghukum India atas kebijakan otonomi strategis kami yang telah teruji waktu tidak memahami kerangka baja yang membentuk India," kata Kharge.

Seorang anggota parlemen dari partai oposisi Kongres, Shashi Tharoor, menyatakan bahwa India harus mengenakan tarif balasan 50 persen atas barang-barang AS.

2. India tolak izin impor dan bebas bea yang diajukan AS

bendera India. (pexels.com/Studio Art Smile)

Para pejabat India mengatakan, AS juga mendesak untuk mengizinkan impor tanaman rekayasa genetika (GM), serta impor bebas bea untuk produk pertanian dan susu Negeri Paman Sam. Namun, pihaknya mengatakan hal itu tidak dapat dinegosiasikan dan bersikeras menolak gimpor GM.

Modi mengatakan pemerintah selalu menganggap kekuatan petani sebagai fondasi kemajuan nasional. Dia mencatat kebijakan yang dirumuskan dalam beberapa tahun terakhir bukan hanya tentang bantuan, tetapi juga tentang menanamkan kepercayaan di kalangan petani, mengutip The India Times.

Menguraikan visinya, Modi mendorong penggabungan praktik pertanian tradisional India dengan sains modern. Dia menekankan perlunya memastikan keamanan gizi, diversifikasi tanaman, dan pengembangan varietas tanaman yang tahan iklim. Modi juga mengusulkan integrasi AI dan pembelajaran mesin dalam sistem pertanian.

3. Tarif AS akan berdampak cukup signifikan

PM India, Narendra Modi (kiri), dan Presiden AS, Donald Trump (kanan). (Prime Minister's Office (GODL-India), GODL-India, via Wikimedia Commons)

AS adalah pasar ekspor terbesar India, dengan total pengiriman hampir mencapai 87 miliar dollar AS (setara Rp1.414 triliun) pada 2024. Meski demikian, Washington mengalami defisit perdagangan sekitar 45 miliar dollar AS (setara Rp731 triliun) dengan India, dilansir Anadolu.

Para ahli mengatakan bahwa dampak ekonomi akibat tarif 50 persen terhadap ekspor India ke AS kemungkinan besar akan cukup besar. Hal itu terutama akan berdampak di sektor-sektor tertentu, seperti tekstil, pakaian jadi, komponen otomotif, baja, dan permata.

Tarif juga akan menempatkan India pada posisi yang sangat tidak menguntungkan dibandingkan dengan pesaing regional, seperti Vietnam, Bangladesh, dan China.

"Ini merupakan kemunduran yang serius. Hampir 55 persen pengiriman kami ke AS akan terdampak," kata Presiden Federasi Organisasi Ekspor India, SC Ralhan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team