Seorang pria Muslim mengendarai skuter saat polisi melakukan pawai bendera di luar Mesjid Jama, sebelum putusan Mahkamah Agung tentang sengketa tempat relijius yang diklaim oleh umat Hindu dan Muslim di Ayodhya, di kota tua Delhi, India, pada 9 November 2019. (ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi)
Aktivis HAM India Harsh Mander menilai, RUU Kewarganegaraan sebagai sesuatu yang "paling berbahaya", terutama karena memprioritaskan satu kelompok di atas kelompok lain, dengan memakai agama sebagai suatu dasar.
Pada saat bersamaan, pemerintah berkeyakinan India adalah negara Hindu. Akibatnya, Muslim dipandang sebagai warga kelas dunia. Salah satu buktinya adalah ketika pada November lalu pengadilan tinggi India mengizinkan pembangunan kuil di atas situs suci yang diperebutkan Muslim dan Hindu.
"Saya kira ini, tanpa melebihkan-lebihkan, mungkin adalah legislasi paling berbahaya yang pernah kami punya, sebab ini setara dengan benar-benar menghancurkan karakter utama negara dan konstitusi India," tutur Harsh kepada CNN.
Menurut Pakar Hukum Faizan Mustafa, RUU Kewarganegaraan ini "sangat regresif" dan merupakan pelanggaran konstitusi. "Kita tak mendasarkan kewarganegaraan pada agama," ucap wakil rektor di salah satu universitas di Hyderabad tersebut, kepada Al Jazeera.
"Jika pemerintah India, melalui RUU ini ingin memberi kewarganegaraan kepada minoritas yang dipersekusi di negara tetangga, bagaimana bisa tidak memasukkan Rohingya di Myanmar yang lebih dipersekusi dari kelompok mana pun di kawasan ini?" kata Mustafa.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini
http://onelink.to/s2mwkb