HUT Malaysia ke-61 (ANTARA FOTO/Rafiuddin Abdul Rahman)
Ini bukan kali pertama Malaysia mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu di tingkat kawasan Asia Tenggara.
Pada 2011, Tan Sri Rais Yatim yang saat itu menjabat Menteri Informasi, Komunikasi dan Kebudayaan, mengusulkan bahasa Melayu menjadi ‘bahasa resmi’ di Asia Tenggara, sementara Ismail Sabri, Menteri Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi dan Konsumerisme mengatakan bahasa Melayu bisa menjadi lingua franca dari ASEAN.
Mantan Perdana Menteri, Datuk Seri Najib Razak, juga telah mengajukan proposal serupa agar bahasa Melayu menjadi 'bahasa utama dan resmi' ASEAN pada 2017.
Namun, Ismail Sabri kali ini menggunakan istilah ‘bahasa kedua’ dan bukan ‘bahasa resmi’.
“Perdana menteri mungkin mencoba membuat ini ‘lebih enak’ daripada saran sebelumnya dari Najib,” kata ketua peneliti Asean Studies Center, Joanne Lin Weiling, dari ISEAS-Yusof Ishak Institute.
Ia menambahkan bahwa Najib bercita-cita agar bahasa Melayu menjadi lingua franca global dan bahasa resmi ASEAN pada 2050, tetapi ini tidak mendapat daya tarik, sebuah tanda bahwa negara-negara anggotanya tidak memiliki aspirasi yang sama.