Tes keperawanan rupanya masih umum dilakukan dan masih dipraktikkan di setidaknya 20 negara di dunia. Tes keperawanan ini dilakukan untuk menguji 'kesucian' perempuan yang ingin dinikahkan dengan lelaki, yang biasanya telah dipilihkan oleh keluarga.
Dalam tes keperawanan, anak perempuan biasanya dipaksa untuk melakukan hal itu. Dampak buruk dari tes ini adalah trauma berkepanjangan, depresi, dan kecemasan.
Jika dalam tes keperawanan seorang perempuan gagal atau dianggap tidak perawan, maka itu bisa berakibat fatal. Perempuan tersebut bisa dikucilkan, dianiaya atau bahkan dibunuh oleh keluarganya karena dianggap 'tidak suci' dan menghancurkan "kehormatan keluarga."
Faktanya, robeknya lapisan selaput dara tidak selalu berhubungan dengan penetrasi antar kelamin lelaki dan perempuan dan tes keperawanan tidak serta-merta bisa membuktikan itu secara ilmiah. Banyak kasus selaput dara robek karena berbagai kegiatan dan tes keperawanan tidak pernah bisa menentukan 'kesucian' seorang perempuan.
Aktivitas ini telah dikecam oleh PBB dan WHO. Menurut laman resmi WHO, istilah “keperawanan” bukanlah istilah medis atau ilmiah. Sebaliknya, konsep “keperawanan” adalah konstruksi sosial, budaya dan agama–yang mencerminkan diskriminasi gender terhadap perempuan dan anak perempuan.
Melansir Cosmopolitan, Neelam Heera, tes keperawanan “ini barbar. Ketika kita berbicara tentang keperawanan, hanya wanita yang disebutkan. Mengapa? Bagaimana dengan pria? Ini adalah cara untuk mengontrol tubuh dan seksualitas wanita.”
Neelam Heera adalah seorang aktivis dan pendiri Cysters, sebuah ruang bagi perempuan Kulit Hitam, Asia, dan Etnis Minoritas untuk belajar tentang seks dan seksualitas.
Tes keperawanan yang tidak masuk akal inilah yang memicu adanya operasi selaput dara, untuk mengembalikan keperawanan agar tidak mendapatkan sanksi sosial yang sudah dikonstruksi oleh budaya patriarki.
Prosedur operasi selaput dara, juga disebut sama tidak masuk akalnya, dan sama tidak ilmiahnya dengan tes keperawanan yang dilakukan. Banyak kasus tes keperawanan telah berdampak buruk bagi perempuan dan praktik itu juga masih dijalankan di Inggris.
Richard Holden, anggota parlemen Konservatif untuk North West Durham mengatakan kepada The Independent bahwa tes keperawanan dan prosedur oparasi selaput dara adalah "prosedur abad pertengahan" yang (akan) ditetapkan untuk dilarang dan bahwa tindakan tersebut telah mendapat dukungan dari anggota parlemen lintas partai.