Para demonstran menuntut penyelidikan kematian jenderal yang dihormati di Iran, Qassem Soleimani. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Dalam sebuah pernyataan resmi setelah kematian Soleimani, Gedung Putih menjelaskan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memerintahkan eksekusi tersebut. Tujuannya untuk mencegah serangan-serangan di masa depan oleh Iran.
Amerika Serikat mengategorikan Soleimani sebagai salah satu musuh besar negara karena perannya dalam merencanakan serangan-serangan terhadap warga dan kepentingan Washington di Timur Tengah. Dilansir AFP, nama Soleimani mulai mencuat pada 2018.
Sejumlah analis meyakini, Soleimani lebih punya banyak pengaruh diplomatik dari pada Menteri Luar Negeri Javad Zarif. Dengan statusnya sebagai komandan pasukan elite, Soleimani juga dipercaya jadi otak di balik sejumlah operasi rahasia di Timur Tengah.
Kematian Soleimani pun membuat Iran geram. Teheran menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Irak dengan belasan rudal hanya dalam hitungan hari. Berdasarkan pernyataan resmi Pentagon yang dikutip oleh AP, ada dua pangkalan yang jadi target yaitu Al Assad dan Irbil.
Melalui Twitter, Javad Zarif mengklaim pihaknya hanya melakukan serangan untuk membela diri dan sesuai dengan Piagam PBB.
"Iran melakukan dan menyelesaikan langkah-langkah proporsional dalam rangka membela diri sesuai Pasal 51 dalam Piagam PBB, dengan menarget pangkalan di mana serangan secara pengecut terhadap warga dan pejabat senior kami diluncurkan," cuit Zarif.
"Kami tak menginginkan adanya eskalasi atau perang, tapi kami akan membela diri kami melawan agresi macam apa pun," tambahnya.