ilustrasi peta Arab Saudi (pexels.com/Lara Jameson)
Kawasan Laut Merah dan Teluk Aden juga memiliki arti strategis yang sangat besar bagi negara-negara Teluk, terutama Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, dan Qatar. Jalur ini menjadi urat nadi perdagangan dan pasokan energi global, sekaligus jalur utama ekspor minyak dan gas dari kawasan Teluk menuju Eropa dan Amerika Utara.
Stabilitas Laut Merah dipandang krusial oleh negara-negara Teluk karena setiap gangguan keamanan berpotensi berdampak langsung pada ekonomi regional dan global. Serangan terhadap kapal dagang dan infrastruktur pelabuhan di kawasan ini, terutama sejak meningkatnya ketegangan di Yaman dan Gaza, meningkatkan perhatian negara-negara Teluk terhadap wilayah di sekitar pintu masuk Laut Merah.
Uni Emirat Arab merupakan salah satu negara Teluk yang memiliki kepentingan paling nyata di Somaliland. UEA melalui perusahaan pelabuhan DP World telah lama mengelola dan mengembangkan Pelabuhan Berbera di Somaliland. Pelabuhan ini dipandang strategis karena berada di jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Laut Merah.
Selain kepentingan ekonomi, UEA juga memiliki kepentingan keamanan di wilayah tersebut. Keberadaan fasilitas pelabuhan dan infrastruktur logistik di Berbera dinilai penting untuk mendukung kepentingan maritim dan stabilitas jalur perdagangan. Namun, UEA hingga kini belum secara terbuka mengeluarkan pernyataan mendukung pengakuan kemerdekaan Somaliland oleh Israel.
Analis menilai sikap diam UEA mencerminkan kehati-hatian diplomatik. Meski memiliki hubungan erat dengan Israel pascapenandatanganan Abraham Accords, UEA tetap mempertimbangkan hubungannya dengan Somalia serta dinamika di Uni Afrika yang secara konsisten menolak pengakuan Somaliland.
Arab Saudi juga memiliki kepentingan langsung di Laut Merah, terutama karena jalur tersebut menjadi rute vital bagi ekspor minyak dan impor kebutuhan pangan. Selain itu, Laut Merah berbatasan langsung dengan wilayah barat Arab Saudi, termasuk kota pelabuhan Jeddah dan kawasan ekonomi strategis di sepanjang pesisir.
Riyadh memandang stabilitas kawasan sebagai bagian dari kepentingan nasionalnya, terutama dalam konteks konflik Yaman dan ancaman keamanan maritim. Meski demikian, Arab Saudi secara terbuka menyatakan penolakan terhadap langkah Israel mengakui Somaliland, dengan menegaskan kembali dukungannya terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah Somalia.
Sikap Arab Saudi ini mencerminkan keseimbangan antara kepentingan keamanan regional dan solidaritas politik terhadap negara-negara Afrika serta dunia Arab, khususnya terkait prinsip keutuhan wilayah negara.
Qatar, yang selama ini dikenal memiliki hubungan dekat dengan Somalia, juga termasuk negara Teluk yang mengkritik pengakuan Israel terhadap Somaliland. Doha memandang langkah tersebut berpotensi menciptakan preseden berbahaya bagi kawasan Afrika dan meningkatkan ketegangan geopolitik di Laut Merah.
Negara-negara Teluk secara umum juga mencermati keterlibatan Iran melalui kelompok Houthi di Yaman, yang telah melancarkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Ancaman ini membuat kawasan Teluk semakin menaruh perhatian pada siapa saja aktor regional dan internasional yang memiliki kehadiran keamanan di sekitar Teluk Aden dan Laut Merah.
Dalam konteks ini, pengakuan Israel terhadap Somaliland dipandang dapat mengubah keseimbangan kekuatan di kawasan. Sejumlah analis menilai negara-negara Teluk, khususnya UEA, cenderung mengambil pendekatan pragmatis dengan tetap memperluas kepentingan ekonomi dan keamanan di Somaliland, tanpa secara terbuka melanggar konsensus regional mengenai keutuhan wilayah Somalia.
Sementara itu, negara-negara Teluk lainnya memilih menjaga jarak dan menegaskan komitmen terhadap stabilitas regional melalui mekanisme multilateral, termasuk kerja sama dengan Uni Afrika dan negara-negara pesisir Laut Merah.
Dinamika ini menunjukkan bahwa Somaliland tidak hanya menjadi isu bilateral antara Israel dan Somalia, tetapi juga berada di persimpangan kepentingan ekonomi, keamanan, dan geopolitik negara-negara Teluk di kawasan Laut Merah dan Afrika Timur.
Jadi, pengakuan Israel terhadap Somaliland mencerminkan kepentingan strategis jangka panjang yang berpusat pada keamanan dan posisi geopolitik di kawasan Laut Merah. Dengan mengakui Somaliland, Israel memperoleh peluang memperluas kehadiran diplomatik dan keamanan di wilayah yang berada di dekat jalur pelayaran internasional vital serta berdekatan dengan kawasan konflik seperti Yaman.
Langkah ini dinilai sejalan dengan kebutuhan Israel untuk memperkuat jaringan mitra regional guna menghadapi ancaman dari kelompok bersenjata yang didukung Iran, termasuk Houthi, serta untuk meningkatkan kemampuan pemantauan dan intelijen di jalur strategis penghubung Samudra Hindia dan Laut Mediterania.
Di sisi lain, pengakuan tersebut juga membuka ruang bagi Israel untuk membangun kerja sama ekonomi dan teknologi dengan Somaliland, yang selama ini relatif stabil dibandingkan Somalia. Meski dibungkus dengan narasi hak penentuan nasib sendiri, langkah Israel dipandang banyak pihak lebih didorong oleh kepentingan nasionalnya sendiri, khususnya dalam mengamankan jalur perdagangan, memperluas pengaruh di Afrika Timur, dan memperkuat posisi tawar geopolitik di tengah meningkatnya rivalitas regional di Laut Merah.
Keputusan ini sekaligus menempatkan Israel dalam pusaran kontroversi internasional, mengingat kuatnya penolakan terhadap perubahan status wilayah yang dinilai melanggar prinsip keutuhan teritorial Somalia.