Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret seseorang memegang bendera Palestina. (Unsplash.com/Ömer Yıldız)

Yerussalem, IDN Times - Setelah 11 hari pertempuran tanpa henti antara Israel dan Hamas berlangsung di Jalur Gaza, akhirnya kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata pun dibuat pada Kamis lalu (20/5/2021) waktu setempat, dengan bantuan Mesir selaku mediator. Tetapi, ketegangan disebut belum sepenuhnya surut apalagi dengan fakta bahwa kurang dari 12 jam sejak kesepakatan dibuat, polisi Israel terlihat kembali melakukan penyerangan di masjid Al Aqsa.

Kekerasan yang menimpa warga Palestina di Jalur Gaza selama hampir dua pekan tersebut telah menjadi pusat perhatian dunia dan meresahkan banyak pihak karena dinilai menjangkau terlalu dalam daripada kapanpun sejak intifada kedua pada 16 tahun silam. Menurut kementerian kesehatan Gaza, serangan yang dilakukan oleh Israel telah menyebabkan sebanyak 248 warga Palestina tewas, termasuk diantaranya 65 anak-anak. Sementara di pihak Israel, 12 orang tewas, termasuk dua anak.

Meskipun konflik telah diketahui berlangsung beberapa dekade lamanya, tidak ada yang benar-benar menyangka itu akan 'pecah' pada momen ketika pandemi global belum sepenuhnya mereda. Masih banyak yang mempertanyakan apa sebenarnya yang telah menyebabkan pertempuran diantara Israel dan Hamas baru-baru ini. Apakah pengusiran paksa di Sheikh Jarrah adalah faktor pemicu satu-satunya? Simak rangkumannya di bawah ini, berdasarkan laporan yang dilansir dari The New York Times.

1. Situasi sebelum bulan April yang mencekam

Pemandangan area masjid Al-Aqsa di Yerussalem dari kejauhan. (Unsplash.com/Levi Meir Clancy)

Hubungan panas antara Israel-Palestina diketahui telah berlangsung sangat lama dan berpusat dengan Yerussalem sebagai intinya. Ada banyak ketegangan dan kisruh yang terjadi diantara kedua negara selama dekade yang panjang, tetapi tidak ada yang signifikan seperti intifada 16 tahun silam, atau dengan Hamas 7 tahun yang lalu.

Bahkan ketika mantan Presiden AS, Donald Trump mengakui kota Yerussalem sebagai ibu kota Israel dengan memindahkan kedutaan besar AS ke sana pada tahun 2020, tidak ada kerusuhan besar yang terjadi diantara keduanya. Meskipun ada kecaman banyak pihak serta ratapan pilu warga Palestina, tidak ada juga demo masal yang tercatatkan pada saat empat negara Arab memilih untuk menormalisasikan hubungan dengan Israel dan meninggalkan konsensus yang telah lama dipegang.

Dua bulan lalu, bagi pihak militer Israel, ancaman terbesar untuk negaranya bukan berada di Palestina tetapi 1.000 mil jauhnya di Iran atau di seberang perbatasan utara Lebanon. Gaza pada saat itu sedang berjuang mengatasi gelombang infeksi COVID-19. Sedangkan sebagian besar faksi politik utama Palestina termasuk Hamas, sedang berkutat pada pemilihan legislatif yang merupakan pertama kalinya dalam 15 tahun. Warga Palestina di sisi lain, cenderung berbicara tentang pentingnya memprioritaskan ekonomi ketimbang perang karena blokade Israel telah berkontribusi pada tingkat pengangguran sekitar 50 persen di sana. Karena semua situasi tersebut, 'popularitas' Hamas pun menyusut.

2. Datangnya bulan suci Ramadan

Editorial Team

Tonton lebih seru di