Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pasukan Pertahanan Israel di Perbatasan Israel-Gaza (twitter.com/IDF)
Pasukan Pertahanan Israel di Perbatasan Israel-Gaza (twitter.com/IDF)

Jakarta, IDN Times - Jenderal tertinggi Israel Kochavi memperingatkan Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) sedang memperbarui rencana untuk menyerang Iran. Ancaman itu dilontarkan bersamaan dengan peringatan agar Amerika Serikat (AS) tidak kembali ke perjanjian nuklir 2015 dengan Teheran.
 
"Saya telah menginstruksikan IDF untuk menyiapkan sejumlah rencana operasional, selain yang sudah ada. Terserah pada pemimpin politik untuk memutuskan penerapannya, tapi rencana ini harus dibahas,” kata Kovachi dalam pidatonya di Institut Studi Keamanan Nasional Universitas Tel Aviv, dilansir dari Al Jazeera, Jumat (29/1/2021).

1. Memperingatkan agar AS tidak kembali ke perjanjian nuklir

Presiden Amerika Serikat Joe Biden di East Las Vegas Community Center di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, Jumat (9/10/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque)

Sebelumnya Presiden Donald Trump pada 2018 memutuskan keluar dari perjanjian nuklir, sebuah langkah politis yang diapresiasi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Trump kemudian menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Iran atas tuduhan pengembangan senjata nuklir.
 
Pada Desember, di masa kampanye, Biden mengutarakan sikap politiknya terkait perjanjian nuklir 2015. Menurutnya, kembali ke kesepakatan tersebut adalah cara terbaik untuk menghindari perlombaan senjata di Timur Tengah. Kovachi secara tersirat memperingatkan agar mengurungkan rencana tersebut.

"Kembali ke perjanjian nuklir 2015, atau bahkan jika itu adalah kesepakatan serupa dengan beberapa perbaikan, itu buruk dan salah dari sudut pandang operasional dan strategis," kata Kochavi.

2. Pemerintah Israel menekan Biden agar tidak kembali ke perjanjian

Benjamin Netanyahu dan Joe Biden (Twitter.com/netanyahu/ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis)

Analis Quincy Institute Trita Parsi mengamati sikap agresif Netanyahu terhadap kepemimpinan Biden, agar tidak salah langkah terkait kebijakan di Timur Tengah.
 
"Bahkan sebelum Biden mengambil sumpah jabatan, pemerintah Netanyahu mengejarnya dengan sangat agresif  untuk menekan Biden agar tidak kembali ke kesepakatan nuklir," kata Parsi kepada Al Jazeera.
 
Parsi mencatat, beberapa masa lalu ketegangan antara Israel dengan AS mengenai kebijakan Iran sempat terjadi. Tetapi butuh waktu lama bagi elite di dua negara tersebut untuk mengeluarkan narasi-narasi kecaman.
 
“Kali ini, uniknya, langsung dimulai (narasi-narasi kecaman). Netanyahu telah melakukan pukulan pertama,” kata Parsi.

3. Hubungan Iran dengan Israel-AS memanas di bawah kepemimpinan Trump

Upacara pemakaman ilmuwan nuklir ternama asal Iran, Mohsen Fakhrizadeh, pada tanggal 29 November 2020 lalu. (Twitter.com/uroojfatima_12)

Setelah Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018, ketegangan di Timur Tengah meningkat setelah serangkaian serangan dan insiden militer. AS meluncurkan kampanye "tekanan maksimum" dan menerapkan kembali serangkaian sanksi hukuman yang melumpuhkan ekonomi Iran.
 
Pada Januari 2020, tokoh penting di Iran, Qassem Soleimani, tewas dalam serangan. Trump menyebut Soleimani sebagai teroris sesungguhnya. Pembunuhan itu membawa kedua negara di ambang perang.
 
Pada November, ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh, tewas dalam serangan di luar Teheran saat sedang mengemudikan mobilnya. Teheran menyalahkan Israel atas pembunuhan itu.
 
Sejak beberapa bulan lalu, Iran secara bertahap diduga telah melanggar sejumlah aturan, seperti memperkaya persediaan uranium. Meski Teheran berdalih pengayaan uranium bukan untuk membuat senjata, Netanyahu tetap mengancam untuk memerangi Iran jika kebijakan itu tidak dihentikan.  
 
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sempat mengatakan pekan lalu, masih sangat jauh bagi Washington untuk memutuskan apakah akan bergabung kembali dengan kepepakatan nuklir atau tidak.

Editorial Team