Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
082bbd32-be06-438d-9f5d-8d7ca7e84f35.jpeg
Rudal jelajah baru Korea Utara. (KCNA)

Intinya sih...

  • Uji coba rudal kirim pesan keras jelang kunjungan TrumpPeluncuran rudal sebagai sinyal tegas dari Pyongyang menjelang kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Semenanjung Korea.

  • Kim Jong Un absen, tapi pesan tetap jelasAbsennya Kim menunjukkan bahwa Pyongyang ingin menjaga ruang diplomasi tetap terbuka, meski tidak mengubah sikap soal senjata nuklir.

  • Ketegangan meningkat di tengah peluang diplomasiKunjungan Trump ke Korea Selatan menjadi sorotan besar, mengingat ini adalah kunjungan pertama sejak masa jabatannya dimulai kembali.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Korea Utara (Korut) kembali memamerkan kekuatan militernya dengan meluncurkan rudal jelajah dari pantai baratnya pada Selasa (28/10/2025). Uji coba itu terjadi hanya beberapa jam sebelum Presiden Amerika Serikat Donald Trump memulai kunjungan ke Korea Selatan.

Peluncuran ini diumumkan oleh media resmi KCNA, yang menyebut rudal ditembakkan secara vertikal dari Laut Kuning dan terbang selama lebih dari dua jam.

Pejabat tinggi militer Korea Utara, Pak Jong Chon, memimpin langsung uji coba tersebut dan menegaskan bahwa negaranya terus mencapai kemajuan penting dalam memperkuat kemampuan nuklir sebagai alat pencegahan perang.

Menurut KCNA, uji coba ini bertujuan untuk menilai keandalan berbagai sistem ofensif strategis serta menunjukkan kemampuan itu kepada musuh.

“Memperkuat postur tempur nuklir secara terus-menerus adalah misi dan tanggung jawab kami,” ujar Pak, seperti dikutip KCNA dan dilansir Straits Times.

Menariknya, pemimpin tertinggi Kim Jong Un tidak hadir dalam uji coba ini, hal yang jarang terjadi dalam peluncuran rudal penting.

1. Uji coba rudal kirim pesan keras jelang kunjungan Trump

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-13 ASEAN–United States (US). (dok. YouTube Sekretariat Presiden)

Peluncuran rudal tersebut dipandang sebagai sinyal tegas dari Pyongyang menjelang kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Semenanjung Korea. Trump sebelumnya menyatakan keinginannya untuk bertemu dengan Kim Jong Un selama lawatannya kali ini, yang merupakan kunjungan pertama dalam masa jabatan keduanya.

Namun, sejauh ini Korea Utara belum memberikan tanggapan resmi atas tawaran pertemuan tersebut. Analis memperkirakan uji coba rudal ini merupakan bentuk penegasan posisi Pyongyang, program nuklirnya bukan untuk dinegosiasikan.

“Peluncuran ini mempertegas kemampuan nuklir Korea Utara sekaligus menegaskan bahwa denuklirisasi tidak lagi menjadi pilihan,” kata Dr. Yang Moo-jin, profesor di University of North Korean Studies di Seoul.

2. Kim Jong Un absen, tapi pesan tetap jelas

Pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un (commons.m.wikimedia/Kantor Presiden Korea)

Tidak hadirnya Kim Jong Un dalam uji coba ini menimbulkan spekulasi di kalangan pengamat. Biasanya, Kim selalu terlihat mengawasi langsung peluncuran rudal besar negaranya.

Dr. Lim Eul-chul, peneliti di Institute for Far Eastern Studies di Kyungnam University, menilai absennya Kim justru bersifat simbolik.

“Ini bukan upaya untuk mempermalukan Trump secara terbuka. Absennya Kim lebih menunjukkan bahwa Pyongyang ingin menjaga ruang diplomasi tetap terbuka, meski mereka tidak mengubah sikap soal senjata nuklir,” kata dia.

KCNA juga tidak menyebut Kim dalam laporan peluncuran rudal hipersonik yang dilakukan minggu lalu, menambah tanda bahwa pemimpin Korea Utara itu mungkin tengah berhati-hati menyeimbangkan pesan militer dan diplomatiknya.

Uji coba terbaru ini, bagaimanapun, tetap menjadi peringatan keras bagi Washington dan Seoul.

3. Ketegangan meningkat di tengah peluang diplomasi

ilustrasi bendera Korea Utara (unsplash.com/Mike Bravo)

Kunjungan Trump ke Korea Selatan akan menjadi sorotan besar, mengingat ini adalah kunjungan pertama sejak masa jabatannya dimulai kembali.

Trump mengatakan bahwa dirinya akan senang bertemu Kim jika Pyongyang bersedia membuka dialog, tetapi menegaskan bahwa Amerika tidak akan berkompromi terhadap keamanan regional.

Sementara itu, Kim telah menyebut permintaan AS agar Korea Utara menyerahkan senjata nuklirnya sebagai tuntutan delusional.

Pertemuan terakhir antara kedua pemimpin terjadi pada 2019 di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan Korea Utara dan Selatan—momen bersejarah yang kini tampak sulit terulang.

Editorial Team