Mendengar keputusan ini, organisasi We Are Coming mengecam aksi ini dan meminta mundurnya Wakil PM, Kalina Konstantinova. Pasalnya, mereka menyebut pengungsi Ukraina tidak mendapatkan informasi ke mana mereka harus pergi dari pemerintah.
"Tidak ada orang tua yang pergi dengan anaknya tanpa tahu harus ke mana, ini adalah insting seorang ibu. Namun, tidak ada yang dapat mengancam orang yang sedang membutuhkan tempat tinggal, makanan, dan fasilitas kesehatan," ungkapnya.
Dilaporkan Euractiv, Konstantinova juga menyampaikan permintaan maafnya atas ucapanya pada Senin lalu. Pasalnya, ia sempat menyebut pengungsi Ukraina tidak dapat diprediksi dan impulsif.
"Saya ingin meminta maaf kepada warga Bulgaria dan Ukraina yang tersinggung atas kata-kata tersebut. Itu bukanlah maksud saya. Kami sudah menghadapi tantangan yang tidak pernah dihadapi Bulgaria sebelumnya. Kami bahkan tidak membiarkan terjadinya krisis kemanusiaan dan orang terlantar di jalanan," papar dia.
"Sejujurnya, Bulgaria sudah memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas. Di mana pun, di setiap negara, mereka tinggal di tenda. Di sini, kami memberikan mereka fasilitas hotel, selain memberikan pelayanan di Eropa, sekaligus membantunya berintegrasi," sambung dia.
Sejak tinggalnya pengungsi Ukraina di hotel mewah yang disubsidi pemerintah. Hal ini menimbulkan naiknya kecemburun sosial di kalangan masyarakat. Pasalnya, harga tempat tinggal para pengungsi dalam sebulan mencapai 600 euro (Rp9,2 juta). Sedangkan upah minimum di Bulgaria hanya 360 euro (5,5 juta) dan upah pensiun sebesar 300 euro (Rp4,6 juta).