Perang di Afghanistan dipicu oleh serangan gedung World Trade Center di New York pada 11 September 2001. Usai serangan tersebut, Presiden AS George W. Bush menyerukan untuk memerangi kelompok ekstrimis jaringan al-Qaeda, kelompok yang dianggap sebagai aktor utama. Pusat dari jaringan itu disebut berada di Afghanistan. Kanselir Jerman saat itu yang bernama Gerhard Schroder mengatakan dukungan kepada AS tentang "solidaritas tak terbatas—saya tekankan: tak terbatas."
Mulai tahun 2002, Jerman segera membantu mendukung AS dalam perang di Afghanistan. Tidak pernah disangka jika perang tersebut akan berlangsung lama, sekitar 20 tahun, dan sangat mematikan. Dalam waktu dua dekade tersebut, Jerman telah menggelontorkan banyak biaya untuk pasukannya.
Melansir laman Deutsche Welle, pemerintah Jerman diperkirakan telah menghabiskan lebih dari 18 miliar Euro atau sekitar Rp313,5 triliun untuk misi Afghanistan sejak 2002. Itu adalah misi luar wilayah Jerman termahal yang pernah dilakukan sejak Perang Dunia Kedua.
Dalam menjalankan misi selama dua dekade terakhir, dengan korban jiwa yang tak lebih dari 100 personel, misi Jerman dalam membantu mitra koalisi dianggap sebagai salah satu keberhasilan. Pemerintah Jerman bangga dengan kontribusi Bundeswehr di Afghanistan.
Juru bicara kebijakan pertahanan untuk parlemen Sosial Demokrat yang bernama Siemtje Moller mengatakan "secara militer, misi itu berhasil. Ia berhasil memastikan bahwa Afghanistan tidak lagi menjadi ancaman teror internasional."
Meski begitu, upaya penarikan pasukan NATO, baik itu Amerika Serkat dan Sekutu dari Afghanistan sebenarnya juga beriringan dengan meningkatnya situasi keamanan di Afghanistan. Situasi keamanan di Afghanistan disebut telah memburuk selama beberapa minggu terakhir, sejak bulan Ramadan tahun ini. Tidak dijelaskan atau juga tidak diketahui apakah penarikan pasukan Sekutu telah memicu memburuknya situasi di Afghanistan.