ilustrasi (Pexels.com/Kateryna Babaieva)
Sebagai seorang Kanselir, Scholz telah mendapatkan kritik dalam sikapnya terhadap sekutu utama AS. Dua kanselir pendahulunya, Angela Merkel dan Gerhard Schroder, dengan cepat melakukan kunjungan ke AS usai secara resmi menjabat.
Tapi Scholz telah menunda berkunjung ke Washington. Lebih dari dua bulan setelah ia resmi jadi pemimpin Jerman, baru kali ini secara resmi berkunjung ke Washington. Penundaan kunjungan itulah yang membuatnya dilihat secara negatif.
Selain itu, pemerintahan Jerman juga telah semakin mendapatkan banyak kritik terkait sikapnya dalam masalah krisis Ukraina. Selain enggan mengirim bantuan senjata pertahanan, masalah pipa Nord Stream 2 telah jadi ganjalan utama.
Sikap Jerman, telah menimbulkan perdebatan yang ricuh di Ukraina. CNN menuliskan bahkan ada kelompok masyarkaat Kiev dan Eropa Timur yang menilai posisi Jerman saat ini lebih dilihat sebagai sekutu Rusia dari pada sekutu NATO-Eropa.
Pertemuan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kabarnya dibatalkan. Itu terjadi diduga karena Jerman menolak meninggalkan Nord Stream 2, meski Rusia menginvasi Ukraina.
Sementara ini, belum ada deklarasi penuh secara publik dari pejabat Jerman, atau dari Kanselir Scholz, yang secara terbuka mengatakan akan meninggalkan Nord Stream 2 jika Rusia menginvasi Ukraina.
Proyek senilai 11 miliar dolar (Rp158,2 triliun) Nord Stream 2 adalah proyek yang vital. Bahkan sebelum proyek itu disepakati, Jerman telah bergantung hampir separuh pasokan energinya terhadap Rusia.
Proyek itu menguntungkan Jerman-Eropa dan Rusia. Jerman dan Eropa secara khusus akan mendapatkan harga gas yang lebih murah, dan Rusia mendapatkan keuntungan karena pipa itu tidak transit di negara-negara seperti Ukraina.
Pipa tradisional pasokan energi dari Rusia ke Jerman atau Eropa, lewat Ukraina. Karena itu, Rusia harus membayar mahal untuk biaya transit tersebut. Jika Nord Stream 2 beroperasi, akan banyak biaya dari Rusia yang dipangkas.