Ilustrasi Kebebasan Bersuara (IDN Times/Arief Rahmat)
Jurnalis Uganda merasa tidak aman dalam menyampaikan berita mereka, karena sering terancam oleh kekerasam yang dilakukan pihak keamanan. Mereka para jurnalis tidak akan mengabarkan berita mengenai keamanan negara, bila tidak ada permintaan maaf atas kekerasan yang dialami rekan mereka.
Mengutip dari Anadolu Agency, Moses Mulondo, ketua Asosiasi Pers Parlemen Uganda (UPPA), mengatakan bahwa para wartawan sudah cukup diserang.
"Kami menderita luka parah di tangan agen keamanan yang seharusnya melindungi kami." Mulondo juga mengatakan bahwa kepala polisi Martin Okoth Ochola sebagai musush dalam kebebasan pers dan pelanggar hak asasi manusia.
Melansir dari VOA News, Abubaker Lubowa, jurnalis foto dari surat kabar Daily Monitor, mengatakan bahwa tindakan untuk keluar dari konferensi pers adalah bentuk solidaritas terhadap rekan mereka yang dirawat di rumah sakit.
'Yang menyakitkan kami, beberapa dari kami telah meliput fungsi negara. Tapi saat Anda meliput oposisi, maka Anda menjadi jurnalis yang buruk. Saat Anda meliput pemerintahan yang berkuasa, maka Anda adalah jurnalis yang sangat baik. Lantas, apa yang harus kita lakukan di negeri ini? Kami mencintai negara kami, tetapi kami tidak dapat bekerja dalam kondisi seperti itu."
Michael Kakumiro, jurnalis foto yang pernah mendapat kekerasan di tahun 2001 saat meliput pemimpin oposisi Kizza Besigye, ia mengatakan kepada VOA bahwa sampai saat ini belum pernah menerima permintaaf maaf atas kekerasan yang dialami.
“Aku bahkan punya bekas luka, kamu bisa lihat. Lihat dahiku. Bagaimana kalau disini? Saya tidak dilahirkan seperti ini. Saya menutupi Besigye. Dan, gabungan polisi dan tentara yang memukuli saya."
Para jurnalis yang juga merupakan warga sipil, namun saat keluar dari Pusat Media Kampala terlihat banyak aparat keamanan yang berjaga, yang terdiri dar 15 sepeda motor polisi, truk polisi, petugas pertahanan daerah yang diduga memegang senapan AK-47, dan van polisi.
Saat dimintai keterangan mengenai petugas yang berjaga Brigjen Flavia Byekwaso, juru bicara UPDF, menyebut penempatan tersebut merupakan kesalahan.