Perang saudara, yang terjadi di Liberia pada periode1989-2003, telah menewaskan sekitar 250 ribu orang. Komisi kebenaran dan rekonsiliasi pascaperang Liberia pada 2009 merekomendasikan penuntutan terhadap lusinan mantan panglima perang dan komandan, yang dituduh bertanggung jawab atas pelanggaran selama perang.
Namun, pemerintah mengabaikan rekomendasi, yang menimbulkan kekecewaan dan frustrasi para korban perang. Pemerintah tampaknya mengabaikan hal itu karena sebagian besar dari tokoh kunci dalam perang telah menduduki posisi berpengaruh di pemerintahan, termasuk di legislatif.
Presiden saat ini, George Weah, berbicara menentang impunitas atas kejahatan perang ketika dia menjadi oposisi, tapi Weah saat ini belum bertindak membentuk pengadilan kejahatan perang.
Mereka yang diadili atas kejahatan perang di Liberia hanya segelintir orang. Mantan panglima perang Liberia Taylor dipenjara pada 2012, tapi bukan karena kejahatan perang di Liberia, melainkan di negara tetangga Sierra Leone.
Beberapa telah diadili di luar negeri. Di Finlandia, tersangka panglima perang Gibril Massaquoi dibebaskan pada April atas tuduhan kejahatan di tahun-tahun terakhir perang kedua.
Mantan pemimpin ULIMO, Alieu Kosiah, dihukum 20 tahun penjara oleh pengadilan Swiss.
Kemudian di Amerika Serikat (AS), mantan panglima perang Mohammed Jabateh dijatuhi hukuman dipenjara 30 tahun pada 2018 karena berbohong dalam permohonan suaka, bukan karena dugaan kejahatannya.
AS telah berjanji akan membantu Liberia jika negara tersebut memutuskan untuk membentuk pengadilan, demi mengadili para pelaku kejahatan perang.