Berdasarkan hasil kerja rahasia pemantau sanksi PBB yang dirilis pada Mei, Korut melakukan pencucian uang senilai 147,5 juta dolar AS (sekitar Rp2,2 triliun) melalui platform mata uang virtual Tornado Cash pada Maret, setelah mencurinya tahun lalu dari sebuah bursa mata uang kripto.
Para pemantau tersebut mengatakan kepada komite sanksi Dewan Keamanan PBB dalam sebuah dokumen yang diserahkan pada 10 Mei 2024 bahwa mereka telah menyelidiki 97 dugaan serangan siber Pyongyang terhadap perusahaan mata uang kripto antara tahun 2017-2024, yang nilainya berkisar 3,6 miliar dolar AS (Rp54,7 triliun). Itu termasuk serangan akhir tahun 2023, di mana 147,5 juta dolar AS dicuri dari bursa mata uang kripto HTX sebelum dicuci pada Maret tahun ini.
Pemantau juga mengatakan kapal-kapal yang diduga terlibat dalam perdagangan senjata antara Korut dan Rusia telah melanjutkan pelayaran dengan membawa kontainer antara pelabuhan Rajin di Korut dan pelabuhan-pelabuhan Rusia, termasuk di Vladivostok dan Vostochny. Pihaknya juga mengungkapkan bahwa satu kapal bernama Angara telah berada di pelabuhan Ningbo, China sejak Februari. Kapal tersebut kemungkinan menjalani perawatan. China menyediakan tempat berlabuh untuk kapal tersebut, Reuters melaporkan.
Korut telah berada di bawah sanksi PBB sejak 2006 dan tindakan tersebut telah diperkuat selama bertahun-tahun dalam upaya untuk memangkas pendanaan bagi program rudal balistik dan nuklirnya.