Ashraf Ghani, pemimpin Afghanistan. (Wikimedia.org/GODL)
Dalam beberapa bulan terakhir, intensitas serangan kelompok milisi semakin meningkat. Serangan dilakukan dengan pelbagai cara yakni dengan bom mobil, bom bunuh diri, penyergapan langsung atau dengan serangan roket.
Sebenarnya, pemerintah Afghanistan dan petinggi Taliban telah mengukir sejarah, dimana kedua kelompok tersebut untuk pertama kalinya bersedia untuk berunding. Kedua kelompok tersebut kini masih berada di Doha, Qatar untuk membicarakan berbagai kesepakatan yang telah berlangsung lama dan belum meraih keputusan akhir.
Dalam serangan terbaru yang membuat dua hakim Mahkamah Agung meninggal tersebut, pemerintah telah menuduh bahwa Taliban bertanggung jawab atas serangan.
Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, mengatakan “teror, kengerian, dan kejahatan bukanlah solusi untuk masalah Afghanistan dan memohon kepada Taliban untuk menerima ‘gencatan senjata permanen’” katanya seperti dikutip dari kantor berita Reuters (17/1).
Meningkatnya kekerasan di Kabul dan di beberapa wilayah Afghanistan semakin memperumit kesepakatan perdamaian yang dilakukan di Qatar. Ketika Washington mulai memutuskan untuk menarik pasukannya, secara berkala gencatan senjata yang disepakati, rupanya tidak efektif dan serangan demi serangan masih tetap terjadi di beberapa wilayah Afghanistan dengan korban nyawa yang terus berjatuhan.