Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengatakan, keluarga dari 88 korban tewas bom Bali tahun 2002 lalu kembali merasa tertekan ketika mengetahui Abu Bakar Ba'asyir dibebaskan, Jumat, 8 Desember 2021.
"(Mereka) masih sangat terluka. Selama beberapa tahun belakangan. Lukanya masih terasa," kata Morrison.
Pria yang kerap dianggap sebagai pemimpin spiritual kelompok Jemaah Islamiyah (JI) itu bebas dari Lapas Gunung Sindur, Bogor, sekitar pukul 05:30 WIB. Ia kemudian kembali ke Ngruki, Solo dengan menempuh perjalanan darat sekitar delapan jam.
Kantor berita Reuters, Jumat (8/1/2021) melaporkan Ba'asyir yang divonis 15 tahun, memperoleh 51 kali remisi, sehingga masa hukuman yang dijalani tersisa 10 tahun.
Sebelumnya, Baik Polri dan intelijen negara-negara barat kompak menyimpulkan Ba'asyir terkait dengan serangan bom Bali yang menewaskan 202 orang pada tahun 2002. Namun, di pengadilan, tudingan kepada pria berusia 82 tahun itu tidak terbukti. Ba'asyir juga membantah terkait serangan di Bali.
Ia juga mewanti-wanti agar Pemerintah Indonesia tetap memantaunya dari dekat. Negeri Kanguru selalu menyerukan kepada pemerintah agar siapapun yang terlibat bom Bali, diberikan hukuman lebih berat dan adil. Meski begitu, PM Morrison menghormati putusan hukuman di Indonesia.
"Kami telah menyatakan secara jelas melalui kedutaan kami di Jakarta, bahwa individu semacam ini dapat dicegah agar mempengaruhi orang lain," ujar politikus dari Partai Liberal itu.
Apakah kekhawatiran Negeri Kanguru terhadap Ba'asyir masih relevan meski ia sudah dibui selama 10 tahun?