Keluarga Sandera Desak Netanyahu Lanjutkan Kesepakatan dengan Hamas

Jakarta, IDN Times - Keluarga para sandera Israel mengatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menggagalkan kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas.
Mereka menggelar protes di depan Kementerian Pertahanan Israel di ibu kota, Tel Aviv, menuntut agar semua sandera dipulangkan sekaligus.
“Di saat Netanyahu mengancam akan melancarkan perang baru, melanggar perjanjian dan mengorbankan para sandera, kami akan terus mengirimkan pesan yang jelas malam ini: Kami tidak akan membiarkan Anda mengubah terowongan Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak kami,” kata mereka pada Sabtu (15/3/2025), dikutip dari Anadolu.
Israel memperkirakan masih ada 59 sandera yang ditahan di Gaza, dengan 22 di antaranya diyakini masih hidup.
1. Negosiasi perpanjangan gencatan senjata gagal
Dialog perpanjangan gencatan senjata di Gaza gagal mencapai kesepakatan usai Amerika Serikat (AS) menuduh Hamas mengajukan tuntutan yang sama sekali tidak praktis dalam pertemuan di Qatar.
Setelah berakhirnya tahap pertama gencatan senjata sementara di Gaza pada 1 Maret, utusan Washington untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengusulkan untuk memperpanjang tahap pertama hingga pertengahan April. Kesepakatan ini mencakup pertukaran lebih lanjut sandera yang ditahan oleh Hamas dengan tahanan Palestina yang dipenjara di Israel.
Namun, seorang pejabat Palestina mengatakan bahwa Israel dan Hamas tidak berhasil mencapai kesepakatan mengenai aspek-aspek utama dari kesepakatan tersebut.
"Hamas membuat pertaruhan yang sangat buruk dengan mengira bahwa waktu berpihak pada mereka. Itu tidak benar. Hamas sangat memahami tenggat waktu yang ada dan harus tahu bahwa kami akan merespons sesuai jika tenggat waktu tersebut terlewati," kata kantor Witkoff dan Dewan Keamanan Nasional AS pada Jumat (14/3/2025), dikutip dari BBC.
Kantor Netanyahu sebelumnya mengatakan bahwa Israel menerima usulan AS tersebut. Pihaknya menuduh Hamas terus menolak kesepakatan itu serta melakukan manipulasi dan perang psikologis.