Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam peresmian Başakşehir Çam pada bulan Mei lalu. Instagram.com/rterdogan.

Ankara, IDN Times - Parlemen Turki menyetujui RUU baru yang mengatur sosial media pada Rabu (29/07) kemarin. RUU kontroversial ini memberikan otoritas kepada pemerintah untuk melakukan sensor terhadap berbagai postingan yang dinggap menyesatkan dan melanggar privasi. Selain itu, pemerintah Turki juga mewajibkan platform sosial media besar seperti untuk merekrut representatif dari Turki untuk menangani keluhan konten pada platform mereka. Jika menolak, pemerintah akan bertindak tergas dengan memberikan sanksi tertentu.

Berbagai pihak mengecam penyetujuan parlemen akan undang undang ini. Banyak orang beranggapan bahwa alasan asli mengapa undang undang ini dibuat adalah untuk meredam kritik, protes, dan pendapat buruk terhadap pemerintah yang dilontarkan masyarakat melalui sosial media. Menanggapi hal ini, salah satu anggota parlemen partai yang berkuasa, Rumesya Kadak, memberikan komentar. Dilansir dari AP News, ia mengatakan bahwa undang undang ini dibuat untuk menghapus postingan yang merujuk kepada cyberbullying dan penghinaan terhadap perempuan.

1. Undang undang yang membungkam kritik terhadap pemerintah

Tampak dalam ruangan dimana Majelis Umum Nasional Agung Turki biasa mengadakan rapat. Sumber: DHA Photo.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pemerintah Turki mewajibkan jejaring platorm sosial media yang dikunjungi lebih dari 1 juta kunjungan per harinya untuk merekrut representatif dari Turki. Perwakilan lokal ini nantinya akan bertugas untuk meyampaikan permohonan penghapusan konten yang melanggar privasi dan hak pribadi dalam waktu 48 jam. Jika tidak merekrut representatif lokal, maka pemerintah akan memberikan sanksi seperti denda, larangan iklan, dan memerintahkan pengadilan untuk membelah bandwith (jaringan yang digunakan untuk mengakses sosial media) menjadi dua atau memotongnya. Selain itu, RUU ini juga mewajibkan penyimpanan data pengguna sosial media dengan sever Turki di negara tersebut.

Persetujuan RUU ini membuat platform besar seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Snapchat harus memutuskan apakah akan tunduk dengan aturan ini atau tidak. Hingga saat ini, Facebook dan Snapchat menolak untuk memberikan komentar, sementara Twitter tidak merespons permintaan wartawan untuk memberikan tanggapan lebih lanjut.

Kritikus hukum menyayangkan disetujuinya RUU ini oleh parlemen. Undang undang yang memperbolehkan penyimpanan informasi pengguna ini menimbulkan kekhawatiran privasi dan melanggar hak untuk berpendapat. CNN melaporkan bahwa hingga akhir tahun 2019, sudah ada 408.000 website yang diblokir oleh pemerintah. Selain itu, berdasarkan informasi dari Ozgurlugu Platformu, pengawas kebebasan berinternet Turki, sebanyak 7.000 akun twitter, 40.000 tweet, 10.000 video Youtube dan 6.200 konten Facebook diblokir pemerintah. Segala konten yang diblokir ini berkaitan dengan pendapat masyarakat yang menyangkut COVID-19, penentangan serangan militer Turki di luar negeri, dan hinaan terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan maupun pejabat lainnya.

2. Dikecam aktivis HAM dan PBB

Editorial Team

Tonton lebih seru di