Meles Zenawi, Pemimpin Ethiopia dari 1991-2012. (Wikimedia.org/World Economic Forum)
Gabungan multi etnis dalam EPRDF yang berhasil menumbangkan Derg akhirnya berhasil menguasai Ethiopia. Pemimpin EPRDF saat itu adalah Meles Zenawi, yang berasal dari TPLF.
Melese Zenawi menjadi Presiden Ethiopia dari tahun 1991 sampai 1995. Setelah itu, dia menjadi Perdana Menteri Ethiopia dari tahun 1995 sampai tahun 2012.
Debretsion Gebremichael yang sebelumnya sudah disinggung, menjadi salah satu orang kepercayaan Zenawi. Debretsion diangkat menjadi wakil kepala badan intelijen nasional, dan kemudian menteri komunikasi dan teknologi informasi.
Jabatan-jabatan penting lain juga banyak yang dipegang oleh orang dari kelompok TPLF. Dengan pelan, etnis lain sebenarnya menyimpan ketidakpuasan atas dominasi politik TPLF ini.
Tapi di bawah kepemimpinan Zenawi, Ethiopia berubah menjadi salah satu negara Afrika yang berkembang dengan pesat.
Melansir The Guardian, investasi infrastruktur dilakukan secara besar-besaran, kesuksesan ekonomi yang menakjubkan, dan bencana kelaparan tahun 1983-1985 di Ethiopia, hampir punah ketika Zenawi memimpin.
Ibukota Mekelle di Tigray juga berkembang pesat. Jalan-jalan rapi dan saluran listriknya membuktikan banyak sumber daya Ethiopia yang disalurkan ke kubu daerah Tigrayan atau TPLF.
Selama Zenawi memimpin Ethiopia, dia bentrok dengan Isaias Afwerki, Presiden Eritrea, yang dahulu pernah berkolaborasi bersama menumbangkan Derg.
Perang Ethiopia-Eritrea terjadi mulai 6 Mei 1998, yang memperebutkan wilayah Badme. Wilayah itu berada di bagian utara Tigray di bawah pemerintahan Ethiopia dan berbatasan dengan Eritrea. Perang besar menular di daerah perbatasan lain.
Menurut New World Encyclopedia, perang sempat jeda karena ada upaya damai yang diinisiasi pihak ketiga, yakni AS/Rwanda. Namun upaya damai gagal. Pada Mei 2000, pasukan Ethiopia telah menduduki sekitar seperempat wilayah Eritrea.
Pada tahun ini, Eritrea terlihat kalah. Sekitar 650.000 orang tergusur dan menjadi pengungsi. Korban jiwa dari kedua belah pihak beragam. Ada yang mengatakan 70 ribu tewas, tapi ada juga yang mengatakan korban tewas 100 ribu orang.
Upaya perdamaian kembali dilakukan. Komisi Perbatasan dibentuk berdasarkan Perjanjian Aljazair pada tahun 2002. Dalam Arbitrase Den Haag, Eritrea dianggap bersalah karena memicu konflik yang luas.
Tapi wilayah Badme yang tadinya milik Ethiopia, diberikan kepada Eritrea karena Ethiopia dianggap melanggar aturan sebab tidak menerima keputusan Komisi Perbatasan.
Kedua negara kembali memobilisasi pasukan di dekat perbatasan masing-masing secara besar-besaran karena tidak puas dengan putusan tersebut. Bahkan Ethiopia dan Eritrea juga memboikot Komisi Perbatasan di Den Haag pada tahun 2006.
Setelah itu, ketegangan antar dua negara tetap terjadi meski tidak ada eskalasi kekerasan masif seperti pada tahun-tahun sebelumnya.