Jakarta, IDN Times - Para demonstran di Myanmar, yang tertembak selama demonstrasi menentang junta militer, menolak untuk mendapat penanganan di rumah sakit (RS) milik militer. Mereka takut perawatan menjadi modus bagi junta untuk menangkap seseorang.
Dilansir The Straits Times, mereka lebih memilih dirawat oleh dokter yang simpatik secara rahasia. Sementara, mereka juga tidak memiliki uang demi mendapat perawatan di rumah sakit swasta, yang harus merogoh kocek sekitar Rp13,5 juta untuk operasi patah tulang.
“Saya tidak punya uang karena saya tidak bekerja. (Sehingga) saya tidak bisa tidur nyenyak setiap hari (untuk menahan sakit),” kata Maung Win Myo, pengemudi becak di Kota Yangon, yang kakinya tertembak saat mengikuti unjuk rasa.
Dia hanya bisa meringis, sembari bercerita di atas kasur di apartemen satu lantainya yang dihuni bersama istri dan dua anak. Lelaki 24 tahun itu hanya mengandalkan sumbangan makanan untuk bertahan hidup.