Rudal pencegat yang dipasang di Fort Greely, Alaska. (Twitter.com/U.S. Indo-Pacific Command)
Ketika Alaska dibeli oleh AS, William Henry Seward adalah yang mewakili pemerintah AS. Saat proses negosiasi para birokrat terjadi, opini publik dari dua belah pihak bertentangan dengan rencana kesepakatan jual beli.
Orang-orang Rusia menyayangkan keputusan itu karena mereka telah "membangun peradaban" selama ratusan tahun di Alaska dan sudah menemukan tambang emas.
Sedangkan publik AS, mereka mempertanyakan rencana Seward menguasai wilayah yang dihuni 50.000 orang Eskimo liar, yang minum minyak ikan untuk sarapan. Kongres AS bahkan juga tidak sepakat.
Karena itu, kesepakatan membeli Alaska dijuluki sebagai "Kebodohan Seward."
Tapi Seward berpikir jangka panjang. William L. Iggiagruk Hensley, salah satu keturunan pribumi Alaska menulis di The Conversation, bahwa Seward menyatakan "populasi kita ditakdirkan untuk menggulung ombak tanpa hambatan ke penghalang es di utara, dan untuk menghadapi peradaban oriental di pantai Pasifik."
Menurut lembar sejarah pemerintah AS, 30 tahun sejak Alaska dibeli, wilayah itu tak terurus. Tapi ketika deposit emas besar ditemukan di Yukon pada tahun 1896, orang-orang menganggukkan kepala atas keputusan Seward.
Saat ini, Alaska menjadi salah satu negara dengan pendapatan domestik bruto besar, kekayaan hutan yang menghasilkan dan cadangan energi fosil yang berlimpah. Pada tahun 2020 lalu, PDB Alaska adalah 52.864.000 dolar atau sekitar Rp753,3 miliar.
Secara militer, AS telah membangun beberapa pangkalannya di Alaska. Di pangkalan militer Fort Greely, puluhan silo peluncur rudal dibangun untuk menahan kemungkinan serangan rudal balistik, baik itu dari Rusia atau dari Korea Utara.