Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Nytimes.com

Ketika kaum perempuan di dunia bangkit menuntut keadilan melalui gerakan #MeToo, tidak demikian halnya dengan mereka yang berada di Korea Utara (Korut). Tidak ada yang berani bersuara untuk menuntut keadilan meskipun mereka merupakan korban pelecehan seksual.

Fakta ini terungkap setelah Human Right Watch (HRW), mewawancarai 29 orang defectors atau penyebrang, yang berhasil melarikan diri dari Korea Utara menuju Korea Selatan. Sungguh miris, ternyata pelecehen seksual adalah hal yang sudah sangat lumrah terjadi di Korut.

Lebih pilunya lagi, pelecehan seksual itu kerap dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan.

1. Banyak perempuan Korut yang berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup

medium.com/@hswee

Sejak bencana kelaparan yang menimpa Korut, juga ketidak-stabilan kondisi politik, pelaku jual beli kebanyakan adalah perempuan. Alasannya, laki-laki di Korea banyak yang menjalani wajib militer atau bergabung menjadi tantara. Guna menyambung hidup, mereka pun berjualan di pusat perbelanjaan atau pasar.

Di pasar inilah kemudian kasus-kasus pelecehan seksual kerap terjadi. “Dipaksa berhubungan seks, atau membiarkan mereka meraba-raba tubuh kami, adalah satu-satunya cara agar bisa bertahan,” tutur seorang penyebrang kepada HRW, seperti yang dilaporkan New York Times, (31/10).

2. Pelaku pelecehan adalah para pria yang memiliki kekuasaan

Editorial Team

Tonton lebih seru di