“Setiap malam, beberapa orang perempuan dipaksa bersama dengan salah satu orang petugas dan akan diperkosa. Bagi saya, pelecehan seksual adalah bentuk tindakan kejahatan. Saya sebagai korban yang tak bersalah harusnya mendapatkan perlindungan hukum, namun sayangnya, hal itu tidak pernah saya dapatkan ketika berada di Korut,” tutur seorang penyebrang.
Ironisnya, pemerintah Korut seakan menutup mata terhadap kasus ini. Pada Juli lalu, Korut melaporkan kepada PBB bahwa hanya terjadi 9 kasus pemerkosaan yang terjadi pada tahun 2008, tujuh kasus pada tahun 2011 dan lima kasus pada tahun 2015.
“Rendahnya angka kasus pemerkosaan yang dilaporkan adalah hal yang menggelikan. Korut berusaha menunjukkan seolah-olah negaranya adalah sebuah surga yang aman tanpa kekerasan,” sindir Kenneth Roth, Direktur Eksekutif HRW.
Angka kasus yang kecil justru menunjukkan bahwa Korut telah gagal dalam menindak kekerasan yang terjadi. Bukan rahasia lagi, pelecehan seksual atau kekerasan gender adalah hal yang sangat sering terjadi. Banyaknya bukti yang bermunculan menunjukkan bahwa kasus ini merupakan sebuah endemik di Korut.
“Para korban ini seharusnya bisa melakukan gerakan #Metoo untuk menuntut keadilan. Tapi suara mereka dibungkam di bahah pemerintahan diktator Kim Jong Un,” kecam Roth.