Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
John F Kennedy (kiri) dan Nikita Khrushchev (kanan) melakukan pertemuan pada 1961 di Vienna, Austria, setahun sebelum Krisis Rudal Kuba. (commons..wikimedia.org/John Fitzgerald Kennedy Library)

Ada begitu banyak momen saat dua negara adidaya pada masa Perang Dingin, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet, membuat satu dunia bergidik ngeri. Pasalnya, kedua negara tersebut kala itu benar-benar memonopoli kekuatan militer dunia lewat senjata nuklir dan pengaruh politik serta ekonomi yang sangat luas. Dari semua momen menegangkan selama berjalannya Perang Dingin, tidak ada momen yang lebih menakutkan dari Krisis Rudal Kuba yang terjadi pada 1962.

Pada kebanyakan kasus perseteruan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, kedua negara lebih suka melakukan perang proksi ketimbang konfrontasi langsung. Oleh karena itu, kita banyak melihat perang-perang skala regional ketika kedua pihak yang berseteru "disponsori" oleh kedua adidaya. Biarpun begitu, keadaan berbanding terbalik ketika Krisis Rudal Kuba terjadi. Amerika Serikat maupun Uni Soviet saling hadap-hadapan sambil mengancam akan mengerahkan kekuatan militer terbaiknya.

Seluruh usaha dunia internasional hampir tak membuahkan hasil kala itu. Saat dunia sedang bersiap menghadapi perang katastrofe yang mungkin akan terjadi jika kedua adidaya berkonfrontasi, sejumlah tindakan antara birokrat dan petinggi militer Amerika Serikat serta Uni Soviet berhasil menghindari bencana pada detik-detik terakhir. Penasaran dengan kisahnya? Simak ulasan lengkapnya di bawah ini! Simak dengan baik dan jangan sampai ketinggalan informasinya, ya.

1. Alasan terjadinya Krisis Rudal Kuba

Situs peluncuran rudal balistik Uni Soviet di Kuba terlihat dari tangkapan udara pilot pesawat pengintai U-2 Amerika Serikat. (commons.wikimedia.org/U.S. Air Force Airman)

Pada 14 Oktober 1962, seorang pilot pesawat mata-mata U-2 Amerika Serikat, Mayor Richard Heyser, melihat pemandangan mengerikan ketika sedang mengudara di langit Kuba. Dirinya melihat aktivitas sekelompok orang yang sedang melakukan instalasi rudal balistik jarak menengah, Soviet SS-4. Bagi Amerika Serikat, keberadaan senjata nuklir Uni Soviet di negara yang hanya berjarak 145 km dari wilayahnya jelas merupakan ancaman serius.

Mengutip History, pada 16 Oktober 1962 atau 2 hari berselang, informasi ini diterima Presiden John F Kennedy. Ia dengan sigap memanggil penasihat dan para ahli yang disebut executive committee atau ExComm. Kennedy bersama dengan ExComm berusaha mati-matian untuk menggagalkan rencana Uni Soviet yang hendak menaruh hulu ledak nuklirnya di Kuba dengan cara diplomatik selama 2 minggu dengan Uni Soviet.

Kennedy dan ExComm punya sejumlah solusi atas masalah ini. Mereka bisa melakukan diplomasi tingkat tinggi secara langsung dengan petinggi Uni Soviet, menghancurkan lokasi instalasi rudal di Kuba dengan cepat, melakukan blokade di sekitar perairan Kuba, hingga melakukan invasi total ke Kuba. Dari seluruh opsi itu, tujuan mereka hanya satu, yaitu menyingkirkan rudal Uni Soviet dari Kuba tanpa menimbulkan eskalasi tinggi yang berpotensi pada perang nuklir.

Sementara, dari perspektif Uni Soviet, alasan mereka ngotot ingin menaruh rudal balistiknya di Kuba lantaran mereka juga merasakan ancaman yang sama dengan adanya sejumlah rudal milik Amerika Serikat di Turki. Posisi Kuba yang sangat dekat dengan tanah Amerika Serikat dan pimpinannya kala itu, yakni Fidel Castro, sangat mendukung Uni Soviet membuat negara tropis tersebut jadi lokasi sempurna untuk memasang rudal balistik. Oleh karena itu, Uni Soviet langsung menghubungi Fidel Castro untuk membuat perjanjian.

Pada Juli 1962, pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev, menawarkan Fidel Castro untuk meletakkan rudal-rudal Uni Soviet di wilayah Kuba. Dalam perjanjian rahasia itu, rudal Uni Soviet bertujuan untuk menghalau negara mana pun yang mencoba menginvasi Kuba. Setelah kedua pemimpin negara itu sepakat, mereka langsung membangun fasilitas peluncuran rudal di Kuba pada akhir musim panas. 

2. Ketegangan ketika Amerika Serikat memblokade perairan Kuba

Editorial Team

EditorYudha

Tonton lebih seru di